Senin, 24 Juni 2013

Tiga Wejangan Sakti Bagi Lelaki Sejati

Minggu, 23 Juni 2013
Hari ini, aku sekeluarga sepakat untuk makan malam diluar karena ayah baru saja mendapat honor dari kantor. Sore itu senja menyala-nyala, aku sekeluarga berangkat dari rumah menuju tempat makan terdekat yaitu sate Cilampeni yang letaknya di daerah Katapang. Warung sate ini bersebelahan dengan tukang bajigur durian. Di sepanjang perjalanan mulut ibuku tidak pernah lelah bicara, ada saja topik yang disiarkannya kepada kita. Lain halnya dengan ayah yang bicara seperlunya saja. Jadi tidak perlu dijelaskan lagi siapa yang lebih sering bicara ketika ada di rumah. 

Walaupunn ayah sedikit bicara, sekalinya memberi wejangan bisa panjang dan bercabang. Pada kesempatan kali ini, ia pelan-pelan memaparkan tiga hal yang harus dimiliki oleh orang Sunda yaitu Paseug, Fisik dan Pesak. Aku tangkap dan simpan baik-baik ketiga wejangan ini, ayah kemudian menjelaskannya satu persatu.
Wejangan pertama adalah Paseug kata ini diambil dari bahasa Sunda yang punya arti pondasi. Sebagai contoh rumah yang mewah tanpa pondasi kuat akan mudah roboh begitu juga hidup agar hidup kita tidak kehilangan arah perlu adanya pondasi. Salah satu pondasinya adalah agama. Apabila keimanan kita kuat maka di mana pun kita berada akan ingat selalu kepada Tuhan. Kewajiban seperti shalat dan puasa tidak akan ditinggalkan karena sudah menjadi sebuah kebutuhan. 

Melangkah ke wejangan kedua yaitu Fisik, fisik seorang lelaki harus kuat. Bagaimana caranya supaya fisik kuat? Yaitu dengan membiasakan diri hidup sehat, berolahraga dan tidak sering makan makanan yang mengandung bahan pengawet kimia. Makanan yang sehat adalah makanan yang berasal dari alam. Dengan menjalani hidup sehat maka fisik kita akan terjaga dan tidak mudah sakit. Berolahraga di waktu pagi juga bisa membuat tubuh sehat dan pikiran cemerlang.

Wejangan terakhir adalah Pesak, apabila hal satu ini belum bisa terpenuhi semua hal yang kita lakukan bisa kehilangan gairah dan tidak jarang malah kacau. Pesak adalah bahasa Sunda yang artinya saku. Apa yang biasanya ada di dalam saku adalah dompet  atau uang. Uang memang bukan segala-galanya tapi tanpa uang tidak bisa membeli apa-apa. Untuk apa manusia bekerja keras, salah satu alasannya pasti untuk mendapatkan uang. Ayah mencontohkan dari ayam dan burung yang pagi-pagi sudah bangun untuk mencari makan, apabila manusia tidur di waktu pagi dan bermalas-malasan maka rezekinya akan dipatuk oleh ayam dan dimakan oleh burung.

Kalau ingin hidup bahagia dan lebih daripada orang lain, ketiga wejangan itu harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Ayah dengan baik hatinya mengulangi tiga wejangan sakti itu pertama Paseug, kedua Fisik dan ketiga Pesak. Tidak terasa perjalanan ke Sate Cilampeni sudah sampai, aku tidak sabar untuk menyantap sate sapi di tempat ini yang dikenal empuk dan bumbu kacangnya yang sulit dilupakan oleh lidah. 

Sabtu, 22 Juni 2013

Pembalap Jalanan

Aku Regi terlahir dari keluarga kaya yang sudah bosan dengan hidup mewah maka dari itu aku ingin mencari sesuatu yang bisa membuatku menjadi lelaki sejati seutuhnya. Menurutku jalanan adalah tempat yang tepat. Jalan berlubang, kerikil, kemacetan, debu dan polusi udara sudah akrab denganku seperti teman dekat. Ketakutan yang mengancam aku gilas lebih dulu sebelum aku dicemooh oleh sang juara.

Jutaan kali cedera tidak bisa menghentikan keliaranku untuk terus bermain-main dengan kecepatan. Jangan heran ketika melihatku bertelanjang dada banyak sekali bekas luka goresan, sayatan, memar bahkan beberapa kali aku hampir menyerahkan nyawaku satu-satunya ke jalanan. Ini semua demi menjadi orang nomor satu di jalanan.

Di akhir tahun ini akan menjadi pertarunganku paling sengit menghadapi pembalap jalanan dari berbagai latar belakang. Balapan motor itu tidak bisa ditebak hasilnya kadang bisa terang bagi kita bahkan bisa tidak ada cahaya sama sekali. Konon nama jalannya adalah jalan Keresahan, aneh terdengarnya bukan memang jalan itu menyimpan misteri walaupun tak ada buktinya satu pun.

Motor kebanggaanku adalah Kawasaki Ninja warna hitam bisa mejalu sekencang angin dengan kekuatan keberanian. Bahkan tanpa bensin pun, motorku masih bisa berjalan. Jaket kulit tebal dan sarung tangan tidak bisa lepas dariku. Suara knalpot motor adalah irama terindah yang menyegarkan telingaku. Kala malas untuk bicara aku cukup menarik gas saja karena darisanalah kata-kata hatiku keluar.

Satu-satunya lawan terkuatku di jalanan adalah Bima cuma entah di mana dia sekarang. Jalan sesulit apa pun sanggup dilaluinya dengan mudah, baginya nyawa sudah tidak berarti lagi. Bima semoga dirimu bisa ikut bertanding nanti di jalan Keresahan. Satu kelemannya dia tidak bisa balapan motor kalau tubuhnya belum dipenuhi kafein bisa itu dari minuman atau rokok dia anti sekali untuk meneguk alkohol jahanam.

Pada malam tanpa bintang, aku dilanda rindu menggebu-gebu pada wanita ini. Dekapan eratnya memberi  kehangatan yang sulit aku gilas dari otak ini. Sanda itulah nama wanita bergaya lepas tapi pantas kelebihannya menurutku bukan dari fisiknya tapi dari cara dia melayani lelaki. Dia biasa aku temui malam menjelang pagi di salah satu kedai kopi. Dia punya panggilan tersendiri padaku yaitu Gila, katanya dia baru bertemu lelaki segila aku. Dasar Sanda kenapa aku bisa menyimpan rasa suka pada wanita seperti dia.

Waktunya untukku mengusik jalanan, aku mulai memainkan gas motor terdengar suara keras keluar dari knalpot, beberapa pasang mata liar melirik padaku seakan merasa terganggu keheningannya oleh motorku. Sarang tempatku berlindung berada diantara lorong-lorong gelap, dari sinilah aku bisa melihat jelas kejamnya kehidupan. Preman-preman saling berebut kekuasaan, anak-anak jalanan disiksa jika tidak memberi setoran, para pencopet beraksi mencari mangsa. Rasanya tidak ada celah bagi sang pahlawan yang ingin berbuat kebaikan di daerah ini. Satu lagi jika ada anak gadis yang melewati lorong ini bersiaplah untuk menyerahkan keperawannanya pada para preman bengal dan sadis.

Motoku melaju kencang kecepatannya diatas rata-rata, setiap tikungan tajam aku lewati seperti jalan lurus lalu apabila ada jalan yang terus lurus aku malah memilih untuk menikung. Firasatku mengatakan berhentilah di depan karena disana ada pembalap tangguh yang akan menantangmu dan bahkan ia bisa membunuhmu di jalanan. Aku penasaran maka gas kutarik lebih cepat sampai akhirnya aku melihat segerombolan orang dengan menggunakan motor besar berhenti di tengah jalan.

“Ini dia penantangku malam ini,” kataku berucap dalam hati.

“Kita kedatangan penantang baru yang nekad datang menyerahkan nyawanya,” kata lelaki botak meremehkanku.

Lima motor berbeda warna berjejer rapih. Pandangan sinis dari mereka tidak aku tanggapi sama sekali bahkan aku tetap santai seperti tidak ada rasa takut. Satu orang berambut panjang dari mereka melangkah ke arahku, tatapan matanya bengis, kedua bola matanya adalah bara api yang membara-bara sekan ingin menghanguskanku menjadi abu. Dia tidak bicara apa-apa hanya aku bisa membaca bahasa tubuhnya yang jelas ingin menantangku balapan.

Aku jawab tantangan itu dengan kesiapan, motorku langsung bergabung sebagai tanda balapan liar akan segera bergulir. Syarat dari balapan liar ini siapa yang ada di garis depan, dialah yang memenangkan balapan. Bagi yang kalah harus menuruti keinginan dari yang menang termasuk juga harus rela menjadi budak. Seorang wanita berkaki jenjang yang memakai rok mini keluar dari persembunyiannya. Dialah yang memberi apa-apa kapan balapan harus dimulai.

“Satu....., duaaaa......tiga......,” balapan pun dimulai.

Aku menarik gas dengan cepat, posisiku masih berada di urutan paling belakang dari enam orang pembalap liar. Lelaki berambut lebat itu memimpin di urutan paling depan.

“Lumayan cepat juga motornya,” kataku.

Jangan sebut aku pembalap jalanan liar kalau belum bisa melewati satu persatu dari mereka, motorku sudah menyusul motor tiger milik si botak, posisiku kini berada di urutan kelima. Kecepatan motorku melesat kembali melewati dua motor sesekali decit suaranya menghampiri kedua telingaku. Langit malam mungkin saja menyimpan rasa ketakutan melihat tingkah laku dari para pembalap jalanan. Aku harus segera menyusul dan berada di urutan pertama. Posisi kedua aku raih dengan mudah, aku tidak tahu apa mereka bisa menyusulku kembali.

Balapan belum berakhir sebelum ada yang keluar sebagai pemenang. Aku kini berada di posisi saling bersampingan dengan motor lelaki berambut panjang itu. Kami sama-sama punya kecepatan diatas rata-rata hampir menyamai kecepatan angin. Jalanan di depan mata kini banyak dipenuhi oleh manusia inilah tempat pusat keramaian dimana kehidupan benar-benar terasa. Aku mulai kesulitan menghadapi jalanan yang dipenuhi oleh pejalan kaki juga pedagang kaki lima.

Beda sekali dengan lelaki berambut panjang itu, setiap orang yang menghalanginya akan menjadi korban tabrak lari. Seorang kakek tua yang menyebrang dia tabrak lalu digilasnya tanpa mengenal rasa bersalah. Melihat itu semangatku terbakar ingin segera menyusulnya lalu memberi pelajaran atas apa yang dia telah lakukan.

“Jahanam sekali lelaki tengil itu,” kataku meluapkan kekesalan padanya.

Entah kenapa tiba-tiba saja lelaki itu memperlambat laju motornya sehingga mudah bagiku untuk menyusulnya. Aku tidak menyimpan pikiran apa-apa padanya malah aku senang diberi jalan menuju juara. Kemenangan sudah di depan mata, aku berada di posisi pertama dan terus mempertahankan posisi ini. Jalanan tanpa manusia sudah terlewati kini aku bebas untuk bermain-main dengan keseimbangan. Gas semakin aku kencangkan tidak karuan . Dalam dunia balap, jangan pernah lengah sedetik pun jika tidak ingin terselip orang lawan kita. Pertarungan belum berakhir, aku terus melaju, melesat dan menghilangkan kesempatan lawanku untuk menyusul.

Sampai hal yang tidak aku inginkan pun terjadi, kecurangan dari belakang tidak bisa aku lewati. Lelaki berambut panjang itu menikamku dari belakang dengan pentungan besi. Kesadaranku direnggut dengan mana, keseimbanganku terkikis, jalanan penuh kerikil kini menampung tubuhku yang tersungkur dari motor.

Gubrakkk.......motorku  terjatuh dengan keras, tubuhku terlempar, darah mulai bercucuran dari keningku, aku mengaduh sambil menjerit-jerit, kulitku mengelupas parah sampai tulang putihnya terlihat. Belum puas menikam dari belakang, dia kemudian menyiksaku yang terlihat tak bisa berbuat apa-apa. Aku kalut empat orang temannnya juga turut andil. Mengijak tubuhku dengan sepatu.

“Awwww.........kalian semuanya bangsat,” kata-kata itu aku keluarkan sebagai bentuk perlawanan ketika lemah.

“Perlu kamu tahu, kita adalah pembalap yang dikenal tidak segan membuhuh demi menang dalam balapan,” kata si botak tertawa bagaikan preman yang sedang menindas.

“Oke kawan-kawan, waktunya kita menghabisi satu nyawa lelaki paling tidak beruntung sedunia ini. Lihatlah lemah sekali dia,” kata lelaki bengis itu.

Lelaki itu memasukan tangan kanannya ke dalam jaket, aku kehilangan kekuatan untuk bicara. Darah terus bercucuran. Kematian rasanya sudah hampir dekat karena aku kehilangan setengah rasa sakit. Pisau tajam dikeluarkannya dari balik jaket, mata pisaunya menyilaukan kedua mataku. Kemudian dengan sekejap tanpa jeda jantungku ditusuk-tusuk olehnya. Inilah akhir hidup dari seorang pembalap jalanan yang dilindah dengan piciknya. Hilanglah sudah nyawaku demi mengejar gelar juara jalanan.

Kamis, 20 Juni 2013

Akta Kelahiran

Ayah jarang sekali menyuruhku, ia memanggilku ketika membutuhkan sesuatu. Rentetan keperluannya selalu aku ingat. Misalnya saja tolong masak air hangat untuk ayah, tolong ambilkan air minum, tolong siram tanaman, tolong belikan lampu, dan tolong bantu ayah mencuci mobil. Satu permintaannya yang belum bisa aku penuhi adalah lulus kuliah dan menjadi sarjana pendidikan. Kulewati sore di rumah bersama ayah, sehabis pulang kerja ia memanggilku.

“Aa... turun dulu sebentar bapak mau nyuruh,” kata ayah.

Kamarku yang letaknya di atas membuatku tidak langsung bergegas mangambil langkah untuk turun ke bawah, aku masih menerka apa yang ayah suruh padaku.

“Iyaaaa pak,” aku jawab panggilannya dengan berteriak.

Aku turun ke bawah lewat tangga yang terbuat dari kayu, ayah sudah ada tepat di depan meja makan sambil tangannya membawa sebuah map. Dipegangnya erat map biru itu, mulutnya mulai komat-kamit merajut kata-kata perintah untuk aku jalankan. Setelah penjelasan berakhir, map biru itu dipindah tangankan padaku. Lantas aku bergegas pergi ke luar rumah untuk menuju tempat yang dituju.

Sore itu, aku melihat awan tersenyum cerah, aku pikir suasana hatinya sedang bahagia. Kini aku sudah sampai di sebuah rumah yang pagarnya dibiarkan terbuka lebar. Aku melangkahkan kaki tanpa ragu mencari orang yang dituju. Pemilik rumah pasti gemar sekali mengoleksi tanaman bonsai. Seorang lelaki mengahampiriku, ia bertanya maksud tujuanku datang kesini.

“Bisa ketemu sama pak Ramlan,” kataku

Seakan mengerti keinginanku, lelaki berkaos hitam itu memanggil pak Ramlan agar keluar rumah menemuiku. Aku melihat lelaki berkacamata sudah berdiri dihadapanku dan masih asing melihat wajahku, rambutnya hampir semuanya sudah memutih. Belum bicara apa-apa kedua matanya menatapku, ia bertanya lebih dulu tentang apa keperluanku padanya.

“Saya anaknya pak Agus mau ketemu sama yang kerja disini namanya Ndi,”

Pak Ramlah sepertinya tidak pernah mengenal Ndi itu terlihat dari gelagatnya yang sedikit bingung.
“Disini nggak ada yang namanya Ndi,” katanya.

Lalu, ia mencoba memanggil salah seorang lelaki dengan nama aa di dalam rumah.

“Aa.......Aaaa...... kesini sebentar,” teriaknya dari pelataran rumah.

Lelaki bertubuh kurus dan berkulit sawo matang itu menghampiriku. Ia memenuhi panggilan dari pak Ramlan. Map biru yang sedari tadi aku dekat erat, perlahan aku berikan pada lelaki itu bukan Ndi tapi kakaknya yang belum aku ketahui namanya. Aku memberi penjelasan singkat, kertas di dalam map ini harus ditanda tangan oleh orang yang bersangkutan dan dua lagi oleh saksi mata.

Seakan sudah mengerti pak Ramlah dan lelaki itu masuk kembali ke dalam untuk untuk menandatangani kertas yang ada di dalam map. Aku berdiri menunggu dengan perasaan tenang. Tawaran untuk masuk ke dalam rumah mulai dilancarkan oleh pak Ramlan, namun aku menolak dengan halus sambil sesekali tersenyum.

Kertas putih dalam map biru sudah dikembalikan padaku dengan tanda tiga buah tanda tangan, lelaki itu dan pak Ramlah mengucapkan terima kasih. Aku pamit pulang untuk mengembalikan map biru itu pada ayah.
Ayah kemudian bercerita kalau kertas yang ada di map biru itu adalah akta kelahiran seorang anak laki-laki dengan nama Rizky Aditya anak dari kakaknya Ndi yang sehari-hari bekerja menarik becak atau jadi tukang kebun di rumah pak Ramlan. Yang jadi herannya anak-anak tukang becak sekarang punya nama yang keren-keren, ayah juga mengumpulkan data-data untuk anak dari tukang becak. Kalau untuk perempuannya sendiri nama yang sering digunakannya adalah Nazwa.

Ayah sudah tahu nama-nama itu pasti diambil dari nama para pemain sinetron yang setiap hari menjadi hiburan setelah menarik becak. Mungkin ibu mereka menamai nama yang sama punya harapan kelak ketika sudah besar bisa menjadi tampan seperti pemain sinetron atau ada harapan lain yang dirahasiakan dalam hati yang Kelak jika sudah besar nanti bisa diberi tahu kepada anaknya.

Nama-nama seperti Entis, Asep, Ujang, dll mungkin akan sulit ditemukan lagi. Akta kelahiran bukan hanya selembar kertas saja tapi ini adalah bukti perjalanan awal dari seorang anak. Menjelang masuk SD, mengurus pekerjaan di Instansi pemerintahan sampai dengan pergi naik haji.

Rabu, 12 Juni 2013

Membongkar Kenangan Cinta Dalam Kardus

“Acaranya udah mulai ya mas?” tanyaku pada salah seorang panitia lalu ia menjawab

“Iya mas ini baru aja pembukaan” jawabnya singkat sambil menujukan mukanya yang sedikit gelisah.

Aku belum diperbolehkan masuk ke Aula Pascasarjana UNPAD karena setiap peserta harus menunjukan tiket terlebih dahulu, aku berdiri melebarkan dada menunggu temanku keluar membawakan tiket seminar.  Dari balik pintu keluarlah wanita berkerudung, pancaran auranya menyapaku dari dekat. Lalu ia menunjukan potongan tiket ke panitia acara untuk menegaskan aku adalah temannya. Aku masuk ke dalam aula dibekali makanan snack dan air minum gelasan. Duduk di kursi paling belakang bukan pilihanku karena hampir semua tempat duduk sudah ditempati. Aku tidak kecewa karena kursi yang aku duduki sama empuknya dengan kursi-kursi lainnya. Inilah salah satu keunggulan Aula di kampus UNPAD.

Suara riuh dan teriakan memecah kesunyian di dalam ruangan yang terasa sekali intimnya. Saat pembicara pertama Salman Aristo dipanggil oleh pembawa acara, sambutannya hanya terdengar puluhan suara saja berbeda ketika Raditka Dika hadir dengan topi khas yang menutupi kesendirian hatinya sejuta sambutan terdengar lebih meriah. Salman Aristo mengawali kisah dibalik pembuatan film Cinta Dalam Kardus, pada awalnya ia bertemu dengan Raditya Dika kemudian ada obrolan tentang membuat sebuah karya. Saat mendengar cerita dari Dika tentang 21 satu barang dari mantan gebetan yang di simpan di dalam kardus kemudian dia tertarik untuk membuat filmnya.

Film berawal dari cerita dalam hal membuat sebuah cerita harus ada premisnya dulu. Premis itu apa yang ingin kita bicarakan atau apa yang ingin kita cob angkat. Dalam film Cinta Dalam Kardus sendiri yang ingin kita bicarakan adalah tentang seorang lelaki yang menyimpan kenangan bersama 21 orang mantan gebetannya dalam sebuah kardus.

Salman Aristo menuturkan uniknya dari film ini ada di divisi art director yang merancang setting tempat dengan menggunakan kardus. Tidak terhitung berapa banyak kardus yang dihabiskan untuk menggarap film ini. Untuk mendalami film ini ia dan Raditya Dika sampai masuk ke dalam kardus. Sayangnya budget total keseluruhan film dan sumber pendanaan tidak dibeberkan disini.

“Kita bisa saksikan seperti apa kardus-kardus itu ditata sedemikian rupa di filmnya nanti,” katanya.

Aku sendiri heran pada moderatornya setiap pertanyaan yang dilemparkannya terlalu berbelit-belit sampai muncul kesan membingungkan. Mungkin maksudnya ingin kritis tapi cara komunikasinya malah melelahkan tidak singkat, padat dan jelas. Itu terus berlanjut sampai giliran Raditya Dika yang berkisah tentang proses kreatifnya.

“Mungkin dari Raditya Dika sendiri gimana proses kreatifnya,” kata moderator bertanya

Lalu Raditya Dika menjawab “Super sekali, gila dia sampai gak nafas satu setengah menit cuma buat  nanyain gue aja haha,” suara kocaknya terdengar lepas sampai ke telingaku.

“Mungkin disini masih ada yang sampai sekarang nyimpen barang dari mantannya mau itu baju atau sepatu dan gue yakin itu barang masih loe simpen nggak dibuang”

Sendirian demi sindiran terus dilemparkan terlebih pada orang-orang yang jomblo

“Ada yang jomblo seumur hidup nggak? Kalau ada keluar sekarang itu hina sekali,” katanya dengan penuh kepuasan.

Dalam film ini ia akan bercerita tentang 21 mantan gebetannya dalam bentuk Stand Up Comedy, setiap mantan-mantannya itu punya cerita tersendiri. Dika menulis skenarionya tidak sendiri tapi dibantu oleh Salman Aristo. Pada waktu itu hadir juga Anizabella Lesmana salah seorang aktris di film tersebut.

Pada kenyataannya materi tentang creative writing minim sekali yang akan hanya beberapa komedi Raditya Dika yang terus diulang-ulang. Menulis itu adalah proses pembiasaan diri menuangkan gagasan itu bisa dilatih dari hari ke hari. Bagi yang ingin jadi penulis sebaiknya sejak awal acara sudah keluar dari Aula Pascasarjana UNPAD dan langsung menulis.

Video dibalik layar Cinta Dalam Kardus turut dipertontonkan ke semua peserta sudah jelas alasannya sebagai bentuk promosi film. Tidak lupa beberapa potongan adegan dalam bentuk foto diperlihatkan diawali foto Miko (Raditya Dika) bersama Putri (Anizella Lesmana) duduk saling bersebelahan menatap jauh ke langit yang dilintasi oleh pesawat terbang dan foto-foto adegan filmnya lainnnya. Hanya lewat foto saja para peserta sudah dibuat tertawa tanpa beban melihat wajah dari Miko ditambah mendengar komentar lucu dari Raditya Dika tentang fotonya sendiri.

Memang bukan perkara mudah untuk membongkar kenangan 21 satu mantan gebetan dan menceritakan satu persatu barang pemberian dari mereka semua. Namun kardus mampu menampung cinta yang bersarang dalam hati untuk bisa disimpan dan kelak suatu hari nanti akan menjadi kenangan yang utuh.