Ketika itu, aku tengah mengendarai motor melintasi sebuah daerah yang belum aku ketahui namanya. Kondisi lalu lintas terasa sepi hanya sesekali saja ada mobil dan motor menyapa pada jalanan. Sepanjang jalan sisa-sisa rumah belanda masih berdiri kokoh dan bersih selain itu ada juga para pedagang yang mampu mengundang keramaian orang-orang. Melihat sesuatu yang menarikk, perjalananku sempat terhenti sejenak di sebuah toko. Di toko itu keluarlah dua orang perempuan cantik berkerudung yang satu manis dan satunya lagi cantik tapi tidak terlalu istimewa. Keduanya menyambut dan menyapaku dengan ramah. Tidak jelas barang apa yang di jual di toko ini yang ingin aku miliki ketika itu adalah sebuah tas serut. Warnanya biru dan di belakangnya ada tali panjang yang biasa dikenakan di pundak. Seingatku harga tas serutnya 6.000 bisa juga memesan sesuai keinginan sendiri dan bahannya bisa dari kanvas atau blacu.
Tidak beberapa lama datanglah seorang lelaki, berjalan sempoyongan, rambutnya terlihat berantakan lalu duduk di kursi dengan muka kecut dan tangannya menahan dagunya. Seperti orang bangun terbangun dari kematian, kehadiranku di tokonya tidak disadarinya. Aku masih berhadapan dengan dua wanita tadi untuk melakukan tawar menawar harga tas serut. Belum ada kesepakatan harga dari jumlah tas yang akan aku pesan, semuanya masih menggantung tanpa keputusan lalu aku minta kartu nama dan nomor telepon sekiranya cocok nanti ada komunikasi lebih lanjut.
Tawar menawar tanpa kepastian telah berakhir, aku sejenak berkeliling-keliling sambil mengamati toko ini lebih jeli. Ada banyak screen tertata rapih di sebuah ruangan khusus. Tidak beberapa lama keanehan pun mulai terjadi suasana berubah seketika, dua perempuan yang melayaniku menghilang kemudian banyak orang-orang berkumpul. Kondisi ini sempat membuatku heran, lelaki pemilik toko juga tidak terlihat. Kuperhatikan orang-orang disini tengah mengamati sebuah proses shooting, ketika itu aktor yang tengah beradu peran adalah Raditka Dika, Ira Gunawan, seorang anak kecil dan satu lagi aktor senior yang namanya tidak aku tahu. Kalau diperhatikan sepertinya ini adegan santai keluarga yang sedang berkumpul bersama. Aku pun terbawa suasana orang-orang sampai-sampai ikut menonton.
Saat tengah memperhatikan sebuah proses pembuatan film atau lebih dikenal shooting. Aku dikagetkan oleh kedatangan seorang perempuan muda, dia mengaku begitu tergila gila padaku. Sampai-sampai aku dicumbuinya beberapa kali. Untuk detailnya seperti apa alangkah baiknya, aku menceritakannya langsung kepadamu saat malam Jumat atau saat munculnya bulan purnama. Baru kali ini aku merasakan dalam mimpi betapa bahagianya mendapat pujian dari seorang wanita. Wanita yang (mungkin) tergila-gila padaku sudah pergi lalu ada lagi lelaki misterius berwajah tampan. Selain tampan bagai artis karbitan dia juga tinggi dan tubuhnya atletis. Lelaki itu mengaku mengenalku secara dekat dari pengakuannya sebuah pelukan wanita atau cumbuan manis itu tidak berarti baginya, ia memilih untuk selalu suka berada di pojokan tempat yang gelap. Entah apa yang dipikirkannya disana.
Berakhirlah sudah kejadian yang tidak kumengerti ini. Toko sekaligus rumah ini keadaannya sudah kembali seperti semula tapi tidak ada seorang pun di sini. Cahaya rumah menjadi remang remang hanya sedikit saja yang masuk dari luar jendela. Kesepian kini mulai menyerangku, tak sanggup rasanya merasakannya sampai berlarut-larut. Keajaiban itu selalu ada ketika kita percaya akan kedatangannya. Keajaiban itu datang saat aku mendengar suara merdu tapi terasa sekali samar-samar di telinga ini. Suaranya sepintas aku kenal tapi lagu-lagu yang dinyanyikannya masih terdengar asing. Cahaya remang-remang menjelma menjadi seberkas cahaya putih yang terang berderang. Jendela yang bentuknya persegi panjang menjadi sebuah layar yang mampu menayangkan gambar gambar bergerak seperti halnya di televisi. Mulailah jelas suara itu dimiliki oleh RAISA wajah cantiknya tampak jelas di layar, ia sedang bernyanyi dengan mengenakan baju sekolah seperti di film-film jepang atau mungkin seperti murid di sekolah Hogward di film Harry Potter.
RAISA masih menebar keindahan suaranya lewat beberapa lagu yang hebatnya bisa sampai menembus proses dibalik layar pembuatan lagunya. RAISA kini tidak sedang menyanyi tapi dia sedang berakting dalam sebuah drama musikal. Beberapa cuplikan adegan muncil di mana ia tengah bersama pacarnya kalau tidak salah namanya Kaenan Pearce. Sungguh romantis dengan dipadukan konsep art yang kuat. Di sinilah, aku bisa melihat sosok bidadari secara dekat tapi sayangnya tidak dari depan hanya rambutnya saja terurai indah dari belakang. Gaun anggun warna merah muda itu mungkin akan sulit lepas dari ingatanku. Hai RAISA, aku mencintaimu
Aku lalu terbangunkan oleh pagi dan menyadari semua mimpi-mimpi yang baru saja terjadi adalah kumpulan kejadian yang berkaitan dengan kegiatanku dalam satu hari secara bersamaan dalam ruang yang tak terjamah bernama mimpi.
Selasa, 03 Februari 2015
Selasa, 16 Desember 2014
Mengenal Tintin Lewat Sosok Seno Gumira Ajidarma
Setelah melewati Simpang Dago saya begitu yakin sebentar lagi akan sampai menuju ke Cigadung. Nama daerah ini masih terasa asing bagi saya biarpun begitu perjalanan tidak bisa berhenti sampai di sini. Berkat petunjuk dari beberapa orang mulai dari pengguna motor, pejalan kaki dan tukang parkir, saya tidak lagi merasa bingung. Untuk pertama kalinya motor Honda Beat hitam saya mulai memasuki daerah Tubagus Ismail. Atas arahan dari tukang parkir di Tubagus Ismail saat berada di depan rumah makan Ampera langsung belok kiri. Saya pun menemukan Ampera yang letaknya bersebelahan dengan Alfamart lalu belok kiri.
Setelah belok kiri beberapa ratus meter tampak sebuah gapura disana tertulis Komplek Perum UNPAD Cigadung I tugas saya selanjutnya adalah mencari jalan Sosiologi No. 14 yang menariknya di depan gapura pintu masuk ada plang yang memuat peta di komplek ini. Di peta jalan Sosiologi letaknya berdekatan dengan Paramita. Saya kini telah menemukan Jl. Sosiologi No.14 yang dimaksud . yaitu sebuah rumah minimalis yang menyatu dengan galeri juga perpustakaan. Terasa sekali nuansa art begitu kental seperti susu kental manis saat saya mulai memasuki ruangan setelah mendaftar ulang sebagai peserta diskusi.
Warna hitam begitu melekat pada sosok seorang Seno Gumira Ajidarma itulah yang saya lihat saat kali pertama bertemu dengannnya di sebuah perpustakaan dengan nama s.14. Dia datang dengan begitu santainya sambil menggendong tas ransel ketika itu memakai kaos polo hitam dimasukan ke dalam celana cargonya tidak ketinggalan jam tangan hitam mungkin mereknya g shock. Mas Seno duduk ditengah diapit oleh Ucok di sebelah kiri selaku moderator dan sebelah kanan Adhya Ranadiraksa seorang seniman yang tengah memamerkan karyanya tentang tokoh komik Tintin dengan judul “Si Tintin Positif”. Saya duduk di kursi nomor 5 letaknya ada di pojok sebelah kanan dekat dengan rak buku.
Sebelum diskusi dimulai terjadi obrolan ringan antara mas Seno dan bang Ucok yang mengometari kondisi perpustakaan s.14 yang dipenuhi oleh lighting yang cukup banyak. Cerpenis yang akrab dengan sosok Sukab ini pernah menemukan hal yang sama saat membaca koran Jakarta Post. Di Jakarta ada sebuah galeri juga perpustakaan yang konsepnya sama seperti ini. Tapi tentunya di s.14 yang ada di Bandung jaiuh lebih baik daripada yang di Jakarta begitulah katanya.
Mas Seno sepertinya punya keinginan untuk memasang lighting di rumahnya tapi niatnya itu enggan diwujudkan mengingat respon dari orang rumah. “Berapa ini,” seperti itulah ekspresinya Tapi seketika ia terbayang akan respon akan orang orang yang ada di rumahnya. Semua peserta diskusi sudah menempati kursinya masing-masing. Diskusi pun dibuka oleh bang Ucok sebagai moderatornya. Di awal awal diskusi sosok Seno Gumira Ajidarma dikenalkan lebih dulu kepada semua peserta. Pada saat bang Ucok kuliah ia bercerita pernah membaca tiga buah buku karya mas Seno diantaranya Saksi Mata, Jazz, Parfum dan Insiden dan buku terakhir ketika Jurnalisme Dibungkam Sasta Bicara. Masih dalam cerita perkenalan Seno diceritakan bang Ucok sebagai seorang yang senang memotret juga jalannya cepat.
Selesai perkenalan singkat kesempatan untuk bercerita banyak diberikan bang Ucok kepada mas Seno. Saya pun sudah tidak sabar untuk menyimak pemikirannya pada diskusi kali ini. Sebelum membahas tentang tema diskusi, mas Seno sedikit mengomentari tentang karya karya yang dipamerankan. Tema yang diangkat pada sosok Tintin berkaitan dengan agama ada poster, mug, boneka, postcard, dll.
Dalam diskusinya Seno menyampaikan bahwasannya semua orangtua percaya, kalau komik Tintin adalah bacaan komik yang baik untuk anak anak tapi ternyata tidak benar. Isi dari komik Tintin sendiri sebenarnya merupakan sebuah bentuk perlawanan Eropa terhadap Amerika, Eropa tidak ingin bangsanya tercuni oleh budaya Amerika. Komik Tintin sendiri lahir dari negeri Belgia di mana negara ini memang benar banar berdekatan dengan perancis. Dalam percakapan komik Tintin ada semacam realisme magis. Di Indonesia komik Tintin pernah menjadi perdebatan ketika versi terjemahannya salah menafsirkan ketika pesawat 714 mendarat di Indonesia.
Pada saat bercerita tentang Tintin menurut sudut pandang seorang Seno, pikiran saya ini tidak bisa bergerak jauh melampauinya. Sejak awal pemaparan saja sudah menggunakan teori kontruksi. Dari teori kontruksi berlanjut pada teori ideologi. Sejujurnya saya agak kesulitan untuk menulis ulang teori teorinya secara detail. Pada sebuah kesimpulan mas Seno bilang hal yang tersulit adalah mengungkap sebuah kebenaran.
Kata itu seperti tekstil yang membuat 1000 serat menjadi benang. Benang kemudian menjadi kain dan kain menjadi baju. Seperti itulah kata kata dari satu kata bisa membawa banyak makna. Kata itu tidak terbatas kecuali dibatasi oleh interpretasi. Jawaban itulah yang secara utuh coba saya tuliskan dalam catatan ini.
Diskusi berakhir dengan menyenangkan karena penyelenggara menyediakan makanan dan minuman alakadarnya untuk para peserta termasuk saya. Setelah selesai banyak dari peserta yang minta foto bersama dan tanda tangan pada mas Seno. Saya pun tidak menyia-nyiakan moment ini dengan meminta tanda tangan di atas postcard Tintin yang dibagiakn secara gratis untuk peserta. Di atas postcard saya meminta mas Seno untuk menuliskan tanda tangan buat Hamdan dari Seno Gumira Ajidarma.
Setelah belok kiri beberapa ratus meter tampak sebuah gapura disana tertulis Komplek Perum UNPAD Cigadung I tugas saya selanjutnya adalah mencari jalan Sosiologi No. 14 yang menariknya di depan gapura pintu masuk ada plang yang memuat peta di komplek ini. Di peta jalan Sosiologi letaknya berdekatan dengan Paramita. Saya kini telah menemukan Jl. Sosiologi No.14 yang dimaksud . yaitu sebuah rumah minimalis yang menyatu dengan galeri juga perpustakaan. Terasa sekali nuansa art begitu kental seperti susu kental manis saat saya mulai memasuki ruangan setelah mendaftar ulang sebagai peserta diskusi.
Warna hitam begitu melekat pada sosok seorang Seno Gumira Ajidarma itulah yang saya lihat saat kali pertama bertemu dengannnya di sebuah perpustakaan dengan nama s.14. Dia datang dengan begitu santainya sambil menggendong tas ransel ketika itu memakai kaos polo hitam dimasukan ke dalam celana cargonya tidak ketinggalan jam tangan hitam mungkin mereknya g shock. Mas Seno duduk ditengah diapit oleh Ucok di sebelah kiri selaku moderator dan sebelah kanan Adhya Ranadiraksa seorang seniman yang tengah memamerkan karyanya tentang tokoh komik Tintin dengan judul “Si Tintin Positif”. Saya duduk di kursi nomor 5 letaknya ada di pojok sebelah kanan dekat dengan rak buku.
Sebelum diskusi dimulai terjadi obrolan ringan antara mas Seno dan bang Ucok yang mengometari kondisi perpustakaan s.14 yang dipenuhi oleh lighting yang cukup banyak. Cerpenis yang akrab dengan sosok Sukab ini pernah menemukan hal yang sama saat membaca koran Jakarta Post. Di Jakarta ada sebuah galeri juga perpustakaan yang konsepnya sama seperti ini. Tapi tentunya di s.14 yang ada di Bandung jaiuh lebih baik daripada yang di Jakarta begitulah katanya.
Mas Seno sepertinya punya keinginan untuk memasang lighting di rumahnya tapi niatnya itu enggan diwujudkan mengingat respon dari orang rumah. “Berapa ini,” seperti itulah ekspresinya Tapi seketika ia terbayang akan respon akan orang orang yang ada di rumahnya. Semua peserta diskusi sudah menempati kursinya masing-masing. Diskusi pun dibuka oleh bang Ucok sebagai moderatornya. Di awal awal diskusi sosok Seno Gumira Ajidarma dikenalkan lebih dulu kepada semua peserta. Pada saat bang Ucok kuliah ia bercerita pernah membaca tiga buah buku karya mas Seno diantaranya Saksi Mata, Jazz, Parfum dan Insiden dan buku terakhir ketika Jurnalisme Dibungkam Sasta Bicara. Masih dalam cerita perkenalan Seno diceritakan bang Ucok sebagai seorang yang senang memotret juga jalannya cepat.
Selesai perkenalan singkat kesempatan untuk bercerita banyak diberikan bang Ucok kepada mas Seno. Saya pun sudah tidak sabar untuk menyimak pemikirannya pada diskusi kali ini. Sebelum membahas tentang tema diskusi, mas Seno sedikit mengomentari tentang karya karya yang dipamerankan. Tema yang diangkat pada sosok Tintin berkaitan dengan agama ada poster, mug, boneka, postcard, dll.
Dalam diskusinya Seno menyampaikan bahwasannya semua orangtua percaya, kalau komik Tintin adalah bacaan komik yang baik untuk anak anak tapi ternyata tidak benar. Isi dari komik Tintin sendiri sebenarnya merupakan sebuah bentuk perlawanan Eropa terhadap Amerika, Eropa tidak ingin bangsanya tercuni oleh budaya Amerika. Komik Tintin sendiri lahir dari negeri Belgia di mana negara ini memang benar banar berdekatan dengan perancis. Dalam percakapan komik Tintin ada semacam realisme magis. Di Indonesia komik Tintin pernah menjadi perdebatan ketika versi terjemahannya salah menafsirkan ketika pesawat 714 mendarat di Indonesia.
Pada saat bercerita tentang Tintin menurut sudut pandang seorang Seno, pikiran saya ini tidak bisa bergerak jauh melampauinya. Sejak awal pemaparan saja sudah menggunakan teori kontruksi. Dari teori kontruksi berlanjut pada teori ideologi. Sejujurnya saya agak kesulitan untuk menulis ulang teori teorinya secara detail. Pada sebuah kesimpulan mas Seno bilang hal yang tersulit adalah mengungkap sebuah kebenaran.
Kata itu seperti tekstil yang membuat 1000 serat menjadi benang. Benang kemudian menjadi kain dan kain menjadi baju. Seperti itulah kata kata dari satu kata bisa membawa banyak makna. Kata itu tidak terbatas kecuali dibatasi oleh interpretasi. Jawaban itulah yang secara utuh coba saya tuliskan dalam catatan ini.
Diskusi berakhir dengan menyenangkan karena penyelenggara menyediakan makanan dan minuman alakadarnya untuk para peserta termasuk saya. Setelah selesai banyak dari peserta yang minta foto bersama dan tanda tangan pada mas Seno. Saya pun tidak menyia-nyiakan moment ini dengan meminta tanda tangan di atas postcard Tintin yang dibagiakn secara gratis untuk peserta. Di atas postcard saya meminta mas Seno untuk menuliskan tanda tangan buat Hamdan dari Seno Gumira Ajidarma.
Jumat, 31 Oktober 2014
Setengah Kilo Gram Ikan Mas
Tanah yang saya injak terasa lain, basah tapi tidak terlalu mengganggu langkah kaki selanjutnya. Bagi yang tidak suka becek dan kotor perlulah berhati-hati. Dalam keadaan seperti ini pasar tradisional kian tidak diminati utamanya bagi mereka yang betah bermalas-malasan. Pagi terasa indah saat berada di pasar walau yang terjadi tidak seindah apa yang tampak karena inilah pasar bukan mall atau supermarket.
Saya mencoba masuk lewat gang sempit yang letaknya ada di tengah. Tampaklah di depan mata sebuah toko yang menjual baju anak-anak sudah mulai buka sepagi ini. Kemudian saya mampir di kios yang menjual snack dan kacang-kacang dalam plastik kecil. Harga per plastiknya sekitar Rp 4.00,- ada juga kios yang menjual kelapa tua untuk keperluan masak. Tidak ketinggalan kios makanan olahan seperti baso, chicken, sosis, makroni sedang dikunjungi oleh pembeli dari kalangan ibu-ibu. Makanan makanan olahan seperti ini besar kemungkinan akan dijual lagi untuk di konsumsi oleh banyak orang.
Sejenak saya tertarik untuk memiliki tas karung warna putih yang ukurannya besar. Di sebuah kios yang menjual beragam macam plastik tas karung ini dijual seharga Rp 2.000,- tas karung biasa digunakan untuk membawa banyak barang belanjaan. Saya terpikir untuk membuat tas yang ukurannya sama besar dengan bahan dari blacu. Untuk kantong kresek hitam ukuran besar harga satuannya seribu untuk satu paknya Rp 18.000 dengan isi 48 buah.
Mengingat tujuan saya datang ke sini untuk membeli ikan mas, maka ikanlah yang harus dibawa pulang bukan sayuran apalagi daging sapi. Ikan itu sudah jadi menu harian yang sering ayah saya santap baik itu waktu sarapan, makan siang, atau makan malam. Cara pengolahannya sendiri tidak digoreng tapi dipepes. Persoalan usia dan penyakit menjadi penyebab kenapa makanan saat usia tua harus dijaga. Kalau tidak, maka yang terjadi adalah korestorel tinggi juga gula darah naik.
Penjual ikan mas segar di pasar tradisional Soreang tidaklah sulit ditemukan. Pilihan saya tertuju pada seorang pedagang dari sekian banyak yang ada. Letak kios ikan miliknya bersebelahan dengan kios penjual daging ayam. Kios daging ayam dimiliki oleh sepasang suami istri sang suami punya panggilan Ateng. Mungkin karena mukanya bulat juga tubuhnya pendek. Saya membeli ikan mas setengah kilo gram saja rasanya itu sudah cukup untuk sarapan ayah hari ini.
Tentu ada alasan kenapa saya memilih untuk membeli ikan di kios ini. Alasannya sederhana karena penjualnya mau dengan senang hari membersihkan ikan-ikan itu, mengeluarkan isinya lalu mencucinya di dalam kios. Selesai dibersihkan, ikan ikan itu dimasukan ke plastik hitam. Untuk setengah kilo gram ikan mas dihargai sebesar Rp 11.000,- di depan kios ikan miliknya, ada sebuah kios yang menjual gorengan sekaligus juga jadi tempat nongkrong pegawai pabrik atau pekerja pasar. Ada sejuta cerita yang dilontarkan tentang kehidupan di kios itu. Di suatu pagi yang santai, saya mungkin akan mencoba minum kopi sambil menikmati pisang goreng di sana. Adakah yang ikut menemani saya?
Saya mencoba masuk lewat gang sempit yang letaknya ada di tengah. Tampaklah di depan mata sebuah toko yang menjual baju anak-anak sudah mulai buka sepagi ini. Kemudian saya mampir di kios yang menjual snack dan kacang-kacang dalam plastik kecil. Harga per plastiknya sekitar Rp 4.00,- ada juga kios yang menjual kelapa tua untuk keperluan masak. Tidak ketinggalan kios makanan olahan seperti baso, chicken, sosis, makroni sedang dikunjungi oleh pembeli dari kalangan ibu-ibu. Makanan makanan olahan seperti ini besar kemungkinan akan dijual lagi untuk di konsumsi oleh banyak orang.
Sejenak saya tertarik untuk memiliki tas karung warna putih yang ukurannya besar. Di sebuah kios yang menjual beragam macam plastik tas karung ini dijual seharga Rp 2.000,- tas karung biasa digunakan untuk membawa banyak barang belanjaan. Saya terpikir untuk membuat tas yang ukurannya sama besar dengan bahan dari blacu. Untuk kantong kresek hitam ukuran besar harga satuannya seribu untuk satu paknya Rp 18.000 dengan isi 48 buah.
Mengingat tujuan saya datang ke sini untuk membeli ikan mas, maka ikanlah yang harus dibawa pulang bukan sayuran apalagi daging sapi. Ikan itu sudah jadi menu harian yang sering ayah saya santap baik itu waktu sarapan, makan siang, atau makan malam. Cara pengolahannya sendiri tidak digoreng tapi dipepes. Persoalan usia dan penyakit menjadi penyebab kenapa makanan saat usia tua harus dijaga. Kalau tidak, maka yang terjadi adalah korestorel tinggi juga gula darah naik.
Penjual ikan mas segar di pasar tradisional Soreang tidaklah sulit ditemukan. Pilihan saya tertuju pada seorang pedagang dari sekian banyak yang ada. Letak kios ikan miliknya bersebelahan dengan kios penjual daging ayam. Kios daging ayam dimiliki oleh sepasang suami istri sang suami punya panggilan Ateng. Mungkin karena mukanya bulat juga tubuhnya pendek. Saya membeli ikan mas setengah kilo gram saja rasanya itu sudah cukup untuk sarapan ayah hari ini.
Tentu ada alasan kenapa saya memilih untuk membeli ikan di kios ini. Alasannya sederhana karena penjualnya mau dengan senang hari membersihkan ikan-ikan itu, mengeluarkan isinya lalu mencucinya di dalam kios. Selesai dibersihkan, ikan ikan itu dimasukan ke plastik hitam. Untuk setengah kilo gram ikan mas dihargai sebesar Rp 11.000,- di depan kios ikan miliknya, ada sebuah kios yang menjual gorengan sekaligus juga jadi tempat nongkrong pegawai pabrik atau pekerja pasar. Ada sejuta cerita yang dilontarkan tentang kehidupan di kios itu. Di suatu pagi yang santai, saya mungkin akan mencoba minum kopi sambil menikmati pisang goreng di sana. Adakah yang ikut menemani saya?
Sabtu, 18 Oktober 2014
Lika Liku Belanja Bahan Untuk Produksi Tote Bag
Bagi yang sedang merintis sebuah usaha terutama di bidang fesyen tentu belanja bahan untuk keperluan produksi sudah menjadi sesuatu yang tidak asing lagi. Baru-baru ini saya menerima pesanan tote bag dari Jakarta dengan jumlah yang cukup banyak. Hari Sabtu ini akan saya gunakan untuk membeli bahan tepatnya di Pasar Baru setelah itu baru ke Cigondewah. Saya masih sebatas tahu dua tempat itu untuk referensi belanja kain di Bandung.
Pukul 10 lebih, saya berangkat dari rumah menuju tempat yang dituju. Di tengah perjalanan, saya memutuskan untuk pergi ke Cigondewah dulu. Belum sampai ke sana, saya malah tertimpa kesialan. Motor hitam saya dihentikan oleh polisi karena siang itu sedang ada razia. Kelengkapan surat surat saya pun diperiksa, saya hanya bisa menyerahkan SIM yang ada di dompet dan STNK tidak ada karena tertinggal di rumah.
Akibat dari STNK tertinggal, saya disuruh untuk turun dari motor dan mengikuti polisi tadi ke ujung jalan yang sepi. Saya sempat dicurigai dan ditanya dengan beragam pertanyaan. Ada dua pilihan ketika itu, ingin damai di tempat atau damai di kantor polisi. Kalau ingin damai di tempat, saya harus mengeluarkan uang Rp 250.000,- mendengar nominal itu saya memilih untuk tidak berdamai di tempat. Lagi pula untuk apa uang sebesar itu diberikan kepada polisi yang jelas-jelas mata duitan. Apa mau dikata surat tilang mulai ditulis, motor saya terancam akan diangkut ke kantor. Dengan benar-benar terpaksa sebuah negoisasi pun terjadi, uang saku pribadi saya sebesar Rp 30.000 harus keluar untuk berdamai dengan polisi. Saya pun melanjutkan perjalanan menuju Cigondewah.
Bagi yang belum pernah ke Cigondewah, di sepanjang jalan menjual berbagai macam jenis kain. Seperti katun, batik, jeans, denim, polyester, dll. Dari apa yang saya tahu dan orang orang bicarakan, kalau harga kain disini terbilang murah. Untuk kualitasnya tergantung dari kepintaran kita memilah dan memilih mana bahan kain yang bagus. Tujuan saya siang ini adalah mencari weebing, bahan loreng digital juga motif zebra. Weebing itu tali yang digunakan pada tas biasnaya bahannya dari katun dan polyester. Tidak banyak yang menjual weebing jadi perlu berkeliling-keliling untuk bisa menemukan yang saya cari.
Di sebuah toko dengan penjual yang sudah terlihat tua renta, saya berhenti sejenak untuk membeli weebing.Selain sudah tua ciri khas dari pemilik toko ini adalah berpeci putih juga berjenggot panjang. Dari cara bicaranya menunjukan kalau dia berasal dari Padang. Orang-orang Padang dikenal sebagai orang yang pandai bergadang. Saya mencari-cari weebing warna putih tapi tidak menemukannya. Kebanyakan weebing yang dijual sudah berdebu karena memang sulit mememukan yang masih baru. Saya pun mencari warna lain yaitu hitam, warna hitam pun tidak ada yang membuat saya ingin membelinya pilihan terakhir tertuju pada weebing cokelat yang akhirnya saya beli dua roll. Dua roll weebing dihargai dengan Rp 80.000 seharusnya Rp 81.000 saya mendapat potongan harga seribu saja.
Pak tua tadi sempat bercerita, kalau ia ingin berhenti berdagang karena sudah lelah dan bosan. Beberapa kali terlihat kesehatannya sudah terganggu dengan menguap dengan cara tidak biasa juga agak sedikit aneh. Tapi, jangan salah kemampuannya dalam hal merayu dan membujuk pembeli tidak bisa diremehkan.
Membeli resleting murah adalah tujuan saya selanjutnya. Hanya melangkahkan kaki beberapa langkah saja, saya sudah sampai di toko sleting. Cerita dari pegawainya, pemilik toko sleting ini masih sekeluarga dengan toko yang menjual weebing. Sama-sama dari Padang, saya awalnya mengira harga sleting di sini murah tapi nyatanya masih ada yang lebih murah. Toko yg menjual sleting dengan harga yang lebih murah letaknya berhadapan dengan toko ini. Di toko ini saya membeli sleting selusin harganya Rp 15.000 tapi di toko depan harganya Rp 10.000 selusin dan mereknya YKK.
Belanja bahan di Cigondewah selesai, selanjutnya perjalanan berlajut ke Pasar Baru mungkin Tamim lebih tepatnya. Tamim adalah nama sebuah Jalan yang letaknya berdekatan dengan Pasar Baru daerah ini dikenal sebagai tempat pembuatan jeans satuan, celana chino, jaket, dan kemeja untuk anak muda. Harga yang ditawarkan terbilang cukup murah. Di Tamim saya masuk ke toko Indah Mas untuk mencari bahan kanvas motif zebra. Saat bertanya ke salah satu pegawainya, dia menjawab kalau motif zebra tidak ada dan datangnya barang pun jarang sekali.
Belanja bahan itu memakan lelah tapi yang terpenting apa yang saya cari bisa didapatkan. Saya senang saat menemukan bahan loreng digital dengan motif sesuai pesanan. Dari pasar baru saya berhasil membawa oleh-oleh lima meter kain loreng digital. Harga per meternya Rp 45.000,- saya harus mengingatkan diri sendiri untuk mencatat setiap pengeluaran saat belanja. Belanja hari ini dicukupkan saja, ada saja lika liku belanja bahan baik itu di Cigondewah atau Pasar Baru. Tapi itulah bagian dari kejutan kehidupan.
Pukul 10 lebih, saya berangkat dari rumah menuju tempat yang dituju. Di tengah perjalanan, saya memutuskan untuk pergi ke Cigondewah dulu. Belum sampai ke sana, saya malah tertimpa kesialan. Motor hitam saya dihentikan oleh polisi karena siang itu sedang ada razia. Kelengkapan surat surat saya pun diperiksa, saya hanya bisa menyerahkan SIM yang ada di dompet dan STNK tidak ada karena tertinggal di rumah.
Akibat dari STNK tertinggal, saya disuruh untuk turun dari motor dan mengikuti polisi tadi ke ujung jalan yang sepi. Saya sempat dicurigai dan ditanya dengan beragam pertanyaan. Ada dua pilihan ketika itu, ingin damai di tempat atau damai di kantor polisi. Kalau ingin damai di tempat, saya harus mengeluarkan uang Rp 250.000,- mendengar nominal itu saya memilih untuk tidak berdamai di tempat. Lagi pula untuk apa uang sebesar itu diberikan kepada polisi yang jelas-jelas mata duitan. Apa mau dikata surat tilang mulai ditulis, motor saya terancam akan diangkut ke kantor. Dengan benar-benar terpaksa sebuah negoisasi pun terjadi, uang saku pribadi saya sebesar Rp 30.000 harus keluar untuk berdamai dengan polisi. Saya pun melanjutkan perjalanan menuju Cigondewah.
Bagi yang belum pernah ke Cigondewah, di sepanjang jalan menjual berbagai macam jenis kain. Seperti katun, batik, jeans, denim, polyester, dll. Dari apa yang saya tahu dan orang orang bicarakan, kalau harga kain disini terbilang murah. Untuk kualitasnya tergantung dari kepintaran kita memilah dan memilih mana bahan kain yang bagus. Tujuan saya siang ini adalah mencari weebing, bahan loreng digital juga motif zebra. Weebing itu tali yang digunakan pada tas biasnaya bahannya dari katun dan polyester. Tidak banyak yang menjual weebing jadi perlu berkeliling-keliling untuk bisa menemukan yang saya cari.
Di sebuah toko dengan penjual yang sudah terlihat tua renta, saya berhenti sejenak untuk membeli weebing.Selain sudah tua ciri khas dari pemilik toko ini adalah berpeci putih juga berjenggot panjang. Dari cara bicaranya menunjukan kalau dia berasal dari Padang. Orang-orang Padang dikenal sebagai orang yang pandai bergadang. Saya mencari-cari weebing warna putih tapi tidak menemukannya. Kebanyakan weebing yang dijual sudah berdebu karena memang sulit mememukan yang masih baru. Saya pun mencari warna lain yaitu hitam, warna hitam pun tidak ada yang membuat saya ingin membelinya pilihan terakhir tertuju pada weebing cokelat yang akhirnya saya beli dua roll. Dua roll weebing dihargai dengan Rp 80.000 seharusnya Rp 81.000 saya mendapat potongan harga seribu saja.
Pak tua tadi sempat bercerita, kalau ia ingin berhenti berdagang karena sudah lelah dan bosan. Beberapa kali terlihat kesehatannya sudah terganggu dengan menguap dengan cara tidak biasa juga agak sedikit aneh. Tapi, jangan salah kemampuannya dalam hal merayu dan membujuk pembeli tidak bisa diremehkan.
Membeli resleting murah adalah tujuan saya selanjutnya. Hanya melangkahkan kaki beberapa langkah saja, saya sudah sampai di toko sleting. Cerita dari pegawainya, pemilik toko sleting ini masih sekeluarga dengan toko yang menjual weebing. Sama-sama dari Padang, saya awalnya mengira harga sleting di sini murah tapi nyatanya masih ada yang lebih murah. Toko yg menjual sleting dengan harga yang lebih murah letaknya berhadapan dengan toko ini. Di toko ini saya membeli sleting selusin harganya Rp 15.000 tapi di toko depan harganya Rp 10.000 selusin dan mereknya YKK.
Belanja bahan di Cigondewah selesai, selanjutnya perjalanan berlajut ke Pasar Baru mungkin Tamim lebih tepatnya. Tamim adalah nama sebuah Jalan yang letaknya berdekatan dengan Pasar Baru daerah ini dikenal sebagai tempat pembuatan jeans satuan, celana chino, jaket, dan kemeja untuk anak muda. Harga yang ditawarkan terbilang cukup murah. Di Tamim saya masuk ke toko Indah Mas untuk mencari bahan kanvas motif zebra. Saat bertanya ke salah satu pegawainya, dia menjawab kalau motif zebra tidak ada dan datangnya barang pun jarang sekali.
Belanja bahan itu memakan lelah tapi yang terpenting apa yang saya cari bisa didapatkan. Saya senang saat menemukan bahan loreng digital dengan motif sesuai pesanan. Dari pasar baru saya berhasil membawa oleh-oleh lima meter kain loreng digital. Harga per meternya Rp 45.000,- saya harus mengingatkan diri sendiri untuk mencatat setiap pengeluaran saat belanja. Belanja hari ini dicukupkan saja, ada saja lika liku belanja bahan baik itu di Cigondewah atau Pasar Baru. Tapi itulah bagian dari kejutan kehidupan.
Minggu, 31 Agustus 2014
Sebuah Tulisan Dalam Draft
Mari kita bisa tentang cara setiap orang untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Setiap orang pasti punya cara untuk menggapai keinginan mereka. Tentu itu tidak didapatkan hanya dengan diam. Bulan Agustus sudah sampai di punghujung bulan di mana tidak bisa terurang lagi bulan ini.
Aku punya rencana untuk berjualan snack di KOPMA ya dijual dengan harga 1000 per plastik aku rasa itu sebuah harga yang murah. Snack yang aku jual ini memang mudah ditemukan dimana mana jadi jangan heran. Ibu berpesan utnuk menjalani bisnis yang aku geluti seperti membuat kaos, sablon
Bulan ini aku mengumpulaj beberapa berita tentang kabar baik. SSebuah kabar yang menunjukan kedewasaan seseorang dalam mengambil langkah. Sebut saja Miko yang telah berhasil menikah dengan Nabilah kisah cinta mereka bukan tanpa hambatan perlu proses untuk bisa menyatukan dua hati mereka. Lanjut lagi ada Fiqri yang telah meminang Ninit perempuan berkacamat yang setahuku di kenalkan oleh Tri Ona. Kemudian beberapa minggu kebelakang ada Godi yang Khitbah dengan perempuan yang dicintainya yaitu Dinda.
Memang tidak terasa perubahan perubahan telah terjadi. Aku masih saja berbuat itu itu saja, semoga aku bisa menebus
Aku punya rencana untuk berjualan snack di KOPMA ya dijual dengan harga 1000 per plastik aku rasa itu sebuah harga yang murah. Snack yang aku jual ini memang mudah ditemukan dimana mana jadi jangan heran. Ibu berpesan utnuk menjalani bisnis yang aku geluti seperti membuat kaos, sablon
Bulan ini aku mengumpulaj beberapa berita tentang kabar baik. SSebuah kabar yang menunjukan kedewasaan seseorang dalam mengambil langkah. Sebut saja Miko yang telah berhasil menikah dengan Nabilah kisah cinta mereka bukan tanpa hambatan perlu proses untuk bisa menyatukan dua hati mereka. Lanjut lagi ada Fiqri yang telah meminang Ninit perempuan berkacamat yang setahuku di kenalkan oleh Tri Ona. Kemudian beberapa minggu kebelakang ada Godi yang Khitbah dengan perempuan yang dicintainya yaitu Dinda.
Memang tidak terasa perubahan perubahan telah terjadi. Aku masih saja berbuat itu itu saja, semoga aku bisa menebus
Rabu, 27 Agustus 2014
Siapa Yang Pertama Kali Menemukan Cappucino Cingcau?
Mahasiswa yang hidup di era smartphone setiap obrolan mereka pasti ada kaitannya dengan dunia sosial media. Kali ini giliran Path yang jadi keriuhan dalam obrolan di kantor redaksi SUAKA siang itu. Berawal dari Salman yang sibuk dengan smartphone barunya yang memancing Rama untuk iseng mengomentari kalau dia pasti sedang ngepath. Salman malah menjawab kalau Path miliknya sudah di delete. Rama bilang kalau Path itu kebanyakan digunakan untuk eksis. Setiap kali pergi pasti cek in dulu, pas lagi nongkrong update Path, nonton film dan dengerin musik juga ngepath, sampai-sampai sebelum tidur juga update Path dulu. Kalau Rizal mengomentari para pengguna Path itu sebagai orang yang alay. Aku sendiri tidak berkomentar apa-apa cukup menjadi pendengar yang ingin tahu saja.
Keriuhan tentang Path tidak bertahan lama sebatas komentar itu-itu saja. Rama mulai mengeluhkan kalau dia saat ini butuh admin dan meminta infonya padaku. Aku jawab saja tidak punya karena teman-teman di jurusanku rata-rata bekerja sebagai pengajar bimber dan guru di sekolah. Aku akan tercengang kalau ada lulusan dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) yang jadi pemadam kebakaran, pemburu hantu atau barista. Ah mana mungkin juga leluconku ini terlalu mengada-ngada. Kalau pun mungkin itu bisa terjadi pasti akan menjadi sesuatu yang baru di tengah kebiasaan yang terjadi.
Menurutku untuk bisa bekerja di luar jurusan yang kita pilih perlu dukungan soft skill yang mumpuni karena dunia kerja/industri benar-benar membutuhkan tenaga yang profesional. Soft skill itu bisa didapatkan lewat proses yang dijalani berdasarkan apa yang menjadi passion dari seseorang. Contoh terdekat adalah teman kita sendiri, ada yang sejak awal menggeluti dunia fotografi pada akhirnya, ia bisa menjadi seorang fotografer dengan skill yang dimilikinya.
Saat tenggorokan mulai menjerit-jerit kehausan maka yang terbayang saat ini juga adalah Cappucino Cingcau. Aku ingin meminumnya tapi cuaca yang panas membuatku malas untuk keluar ruangan. Melihat ada gelas yang berisikan cappucino aku langsung meminumnya tanpa permisi.Sungguh tragis galon di sekre SUAKA tidak terisi air jadilah tidak ada seorang pun yang membuat kopi ketika itu.
Tiba-tiba saja muncul pertanyaan, siapa sebenarnya orang yang pertama kali menemukan Cappucino Cingcau? Dari semua teman yang aku tanyai tidak ada yang bisa menjawabnya dengan penuh keyakinan. Mungkin bagi mereka pertanyaan ini jauh lebih sulit dari soal-soal UAS. Pari peneliti dari kalangan akademisi harusnya bisa meneliti juga tentang hal ini. Sudah saatnya para inovator di bidang kuliner harusnya mendapat juga pengakuan yang layak.
Masih banyak lagi inovasi di bidang kuliner seperti cireng isi, es krim goreng, mocilok, dll. Mereka yang telah membuat inovasi itu pasti bersusah payah untuk bisa membuat sebuah racikan makanan yang nikmat di lidah. Indonesia sendiri kayak akan makanan yang nikmat dari soto saja ada beberapa macam seperti soto betawi, soto lamongan, soto madura dan masih banyak lagi. Setahuku belum ada yang membukukan para penemu makanan dari masa ke masa. Kalau ini bisa diwujudkan maka para pembacanya akan tahu kalau makanan ini ternyata punya sejarahnya tidak sebatas makanan saja.
Anisa bilang pada kita semua, kalau kakek buyutnya adalah penemu dari Goyobod yang terkenal di jalan Kliningan, Buah Batu. Ia bercerita yang menjadi ciri khas dari Goyobod yang dirintis kakek buyutnya adalah bahannya yang terbuat dari sagu. Seiring berjalannya waktu usaha kakek buyutnya itu kemudian berkempang dan diwariskan ke semua cucu-cucunya. Ibunya Anisa adalah salah seorang dari cucunya. Saudaranya yang ada di Garut juga berjualan Goyobod, yang membedakan kalau di Garut gulanya terbuat dari gula aren yang dicampur dengan gula putih.
Nisa berkali-kali bilang kalau dia tidak bisa bisnis. Di akhir cerita ia mempromosikan kepada kita semua bagi yang ingin memesan goyobod untuk pesta pernikahan bisa menghubunginya. Untuk soal harga bisa murah sekitaran Rp 500.000,- untuk seribu gelas. Ada yang tertarik untuk memesannya? Kembali lagi ke pertanyaan awal, Siapa yang pertama kali menemukan Cappucino Cingcau?
Keriuhan tentang Path tidak bertahan lama sebatas komentar itu-itu saja. Rama mulai mengeluhkan kalau dia saat ini butuh admin dan meminta infonya padaku. Aku jawab saja tidak punya karena teman-teman di jurusanku rata-rata bekerja sebagai pengajar bimber dan guru di sekolah. Aku akan tercengang kalau ada lulusan dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) yang jadi pemadam kebakaran, pemburu hantu atau barista. Ah mana mungkin juga leluconku ini terlalu mengada-ngada. Kalau pun mungkin itu bisa terjadi pasti akan menjadi sesuatu yang baru di tengah kebiasaan yang terjadi.
Menurutku untuk bisa bekerja di luar jurusan yang kita pilih perlu dukungan soft skill yang mumpuni karena dunia kerja/industri benar-benar membutuhkan tenaga yang profesional. Soft skill itu bisa didapatkan lewat proses yang dijalani berdasarkan apa yang menjadi passion dari seseorang. Contoh terdekat adalah teman kita sendiri, ada yang sejak awal menggeluti dunia fotografi pada akhirnya, ia bisa menjadi seorang fotografer dengan skill yang dimilikinya.
Saat tenggorokan mulai menjerit-jerit kehausan maka yang terbayang saat ini juga adalah Cappucino Cingcau. Aku ingin meminumnya tapi cuaca yang panas membuatku malas untuk keluar ruangan. Melihat ada gelas yang berisikan cappucino aku langsung meminumnya tanpa permisi.Sungguh tragis galon di sekre SUAKA tidak terisi air jadilah tidak ada seorang pun yang membuat kopi ketika itu.
Tiba-tiba saja muncul pertanyaan, siapa sebenarnya orang yang pertama kali menemukan Cappucino Cingcau? Dari semua teman yang aku tanyai tidak ada yang bisa menjawabnya dengan penuh keyakinan. Mungkin bagi mereka pertanyaan ini jauh lebih sulit dari soal-soal UAS. Pari peneliti dari kalangan akademisi harusnya bisa meneliti juga tentang hal ini. Sudah saatnya para inovator di bidang kuliner harusnya mendapat juga pengakuan yang layak.
Masih banyak lagi inovasi di bidang kuliner seperti cireng isi, es krim goreng, mocilok, dll. Mereka yang telah membuat inovasi itu pasti bersusah payah untuk bisa membuat sebuah racikan makanan yang nikmat di lidah. Indonesia sendiri kayak akan makanan yang nikmat dari soto saja ada beberapa macam seperti soto betawi, soto lamongan, soto madura dan masih banyak lagi. Setahuku belum ada yang membukukan para penemu makanan dari masa ke masa. Kalau ini bisa diwujudkan maka para pembacanya akan tahu kalau makanan ini ternyata punya sejarahnya tidak sebatas makanan saja.
Anisa bilang pada kita semua, kalau kakek buyutnya adalah penemu dari Goyobod yang terkenal di jalan Kliningan, Buah Batu. Ia bercerita yang menjadi ciri khas dari Goyobod yang dirintis kakek buyutnya adalah bahannya yang terbuat dari sagu. Seiring berjalannya waktu usaha kakek buyutnya itu kemudian berkempang dan diwariskan ke semua cucu-cucunya. Ibunya Anisa adalah salah seorang dari cucunya. Saudaranya yang ada di Garut juga berjualan Goyobod, yang membedakan kalau di Garut gulanya terbuat dari gula aren yang dicampur dengan gula putih.
Nisa berkali-kali bilang kalau dia tidak bisa bisnis. Di akhir cerita ia mempromosikan kepada kita semua bagi yang ingin memesan goyobod untuk pesta pernikahan bisa menghubunginya. Untuk soal harga bisa murah sekitaran Rp 500.000,- untuk seribu gelas. Ada yang tertarik untuk memesannya? Kembali lagi ke pertanyaan awal, Siapa yang pertama kali menemukan Cappucino Cingcau?
Minggu, 20 Juli 2014
Pengalaman Pertama Singgah di Karnivor
Kehadiran teman-teman baru tentu akan membawa pada cara baru untuk menikmati hidup. Saya sudah hampir jarang bisa berbuka bersama dengan teman-teman sejurusan yang ada di kampus karena hampir semuanya sudah lulus. Sebagian dari mereka ada yang menetap di Bandung dan sisanya pulang ke kampung halamannya masing-masing. Jadi ajakan untuk buka bersama itu pasti datang dari teman-teman baru yang saya kenal atau bisa juga dari teman lama.
Belum lama ini, saya memang punya teman-teman baru yang saya dapatkan ketika bekerja beberapa bulan di Mizan Application Publisher (MAP) hebatnya hubungan pertemanan ini masih terjaga. Setiap kali ada janji untuk berkumpul di suatu tempat maka di hari itu juga setiap dari kita yang tidak berhalangan pasti akan datang ke tempat itu.
Momen Ramadhan membuat semua tempat makan khususnya yang ada di kota Bandung menjadi penuh sesak dengan pengunjung. Tidak jarang juga banyak orang yang rela menunggu demi bisa makan di tempat yang mereka inginkan. Salah satu cara untuk tidak menunggu adalah datang lebih awal atau bisa juga membookingnya terlebih dahulu. Pada hari yang tidak direncanakan Riva mengajak kita semua untuk berbuka bersama di Karnivor, sebuah cafe yang letaknya di jalan Riau Bandung. Riva sudah membooking kursi ke tempatnya langsung pada jam 4 sore bersama dengan Nuy.
Sesuai dengan kesepakatan, kita semua berkumpul disana jam 5 sore. Komunikasi antara kita dihubungkan lewat aplikasi chatting WhatsApp dalam sebuah grup yang namanya sering diganti-ganti. Saya berangkat dari rumah sekitar pukul setengah lima sore. Perjalanan bisa dibilang cukup lancar tidak ada hambatan paling sedikit macet di titik-titik tertentu yang sering terjadi kemacetan. Saya sampai di Karnivor tepat sesudah adzan maghrib. Area parkirnya benar benar dipenuhi oleh kendaraan mulai dari mobil sampai motor. Bagi yang tidak kebagian tempat harus rela menunggu masuk deretan waiting list yang jumlahnya tidak sedikit.
Memasuki Karnivor seperti melihat sebuah hutan di tengah perkotaan. Pintu dirancang seperti sebuah rumah koboy pelan pelan saya berjalan mencari dimana tempat duduk yang sudah di pesan. Saya berjalan lurus berkeliling keliling melihat suasana di sini. Ada menja panjang yang ditempati oleh banyak orang, kemudian ada juga meja yang tempatnya di dalam. Sungguh penataan tempat yang menyenangkan. Saya mengintip kembali dari depan, apa mungkin mereka duduk di dalam. Saya masuk ke dalam dari jauh terlihat Riva, mas Hasan dan teman-teman yang lain. Lalu saya yakin meja yang letaknya di pojok itu sedang menunggu salah satu anggotanya yang belum datang yaitu saya.
Saya duduk di kursi kemudian mulai mulai membuka teh kotak yang dibeli di Indomart sebelum adzan maghrib. Ternyata makanan sudah siap untuk di santap karena masing masing sudah pesan lebih dahulu. Saya juga mendapat saran untuk segera memesan makanan. Saya melihat lihat dulu menu yang ada disini setelah menemukan yang cocok dengan isi dompet kemudian saya memesannya. Rata-rata menunya dibuat dari bahan dasar daging seperti steak, beef, sirloin dan masih banyak lagi. Tempat ini memang untuk para pemakan daging yang datang karena ingin memburu rasanya.
Saya juga sempat bertanya kepada Riva apa makanan yang dipesannya kemudian dia menjawab sirloin. Cukup puas memandangi daftar menu saya kemudian menetukan pilihan makanan pada nasi goreng Karnivor. seperti ini nasi goreng andalan yang sengaja nama terakhirnya ada kata Karnivor. Saya memesan makanan saja tidak dengan minumannya karena minuman sudah beli dalam takaran besar jadi bisa diminum bersama sama yaitu orange juice dan satu lagi saya tidak tahu apa namanya.
Selama nasi gorengnya belum tampak di depan meja, saya menyempatkan untuk shalat maghrib di musolla yang letaknya ada di paling belakang cafe ini. Selesai shalat wujud nasi goreng karnovor pun sudah tampak dalam porsi yang cukup besar. Saya kemudian mengambil sendok untuk memastikan rasanya saat mendarat di mulut ini. Nasi goreng ini memang kuat dengan bumbu rempah rempahnya juga daging yang potongannya besar-besar. Tidak cukup sampai di situ warna nasi gorengnya kuning dan aromanya pun khas. Nasi goreng Karnivor kurangnya satu yaitu tidak pakai kerupuk.
Porsi nasi goreng yang cukup besar membuat saya tidak mampu menghabiskan semuanya jadilah nasi gorengnya tersisa tapi saya telah sekuat tenaga untuk menghabiskannya. Teman teman yang lain juga turut menyemangati untuk menghabiskannya. Semua telah selesai makan tiba waktunya untuk menghitung total pembayaran perorangnya. Tugas untuk menghitung diserahkan pada Liesna the cave man yang ndeso, dialah satu satunya perempuan yang rela ditugasi dalam hal hitung menghitung pengeluaran makan. Total pesanan saya sendiri jumlahnya Rp 45.000,- yang lain totalnya ada yang jauh lebih besar dari saya. Setelah semua uang terkumpul Rivalah yang membayarkannya semua ke kasir.
Saat pulang saya sempat merasa gelisah karena kunci motor tidak ada di saku celana. Yang lain masih duduk duduk di area parkir sambil menikmati suasana malam di Karnivor. Saya sempat masuk kembali untuk mencari kunci motor. Beruntungnya ada Ega yang membantu menghubungkan dengan tukang parkir, kunci motor saya ternyata tertinggal di spake board. Tukang parkirnya benar-benar orang baik, ia masih menyimpan kuncinya dan memeriksa STNK saya untuk memastikan kalau sayalah pemilik kunci itu. Kita tidak tahu malam itu harus pergi kemana lagi tapi semua sepakat untuk singgah sejenak di Indomart Point yang letaknya ada di Buah Batu. Pada akhirnya berangkatlah kita semua meninggalkan Karnivor menuju Buah Batu dengan empat motor yang masing-masing membonceng satu orang dari kita. Selamat tinggal Karnivor, terima kasih telah membuat kami menjadi pemakan daging hari ini.
Belum lama ini, saya memang punya teman-teman baru yang saya dapatkan ketika bekerja beberapa bulan di Mizan Application Publisher (MAP) hebatnya hubungan pertemanan ini masih terjaga. Setiap kali ada janji untuk berkumpul di suatu tempat maka di hari itu juga setiap dari kita yang tidak berhalangan pasti akan datang ke tempat itu.
Momen Ramadhan membuat semua tempat makan khususnya yang ada di kota Bandung menjadi penuh sesak dengan pengunjung. Tidak jarang juga banyak orang yang rela menunggu demi bisa makan di tempat yang mereka inginkan. Salah satu cara untuk tidak menunggu adalah datang lebih awal atau bisa juga membookingnya terlebih dahulu. Pada hari yang tidak direncanakan Riva mengajak kita semua untuk berbuka bersama di Karnivor, sebuah cafe yang letaknya di jalan Riau Bandung. Riva sudah membooking kursi ke tempatnya langsung pada jam 4 sore bersama dengan Nuy.
Sesuai dengan kesepakatan, kita semua berkumpul disana jam 5 sore. Komunikasi antara kita dihubungkan lewat aplikasi chatting WhatsApp dalam sebuah grup yang namanya sering diganti-ganti. Saya berangkat dari rumah sekitar pukul setengah lima sore. Perjalanan bisa dibilang cukup lancar tidak ada hambatan paling sedikit macet di titik-titik tertentu yang sering terjadi kemacetan. Saya sampai di Karnivor tepat sesudah adzan maghrib. Area parkirnya benar benar dipenuhi oleh kendaraan mulai dari mobil sampai motor. Bagi yang tidak kebagian tempat harus rela menunggu masuk deretan waiting list yang jumlahnya tidak sedikit.
Memasuki Karnivor seperti melihat sebuah hutan di tengah perkotaan. Pintu dirancang seperti sebuah rumah koboy pelan pelan saya berjalan mencari dimana tempat duduk yang sudah di pesan. Saya berjalan lurus berkeliling keliling melihat suasana di sini. Ada menja panjang yang ditempati oleh banyak orang, kemudian ada juga meja yang tempatnya di dalam. Sungguh penataan tempat yang menyenangkan. Saya mengintip kembali dari depan, apa mungkin mereka duduk di dalam. Saya masuk ke dalam dari jauh terlihat Riva, mas Hasan dan teman-teman yang lain. Lalu saya yakin meja yang letaknya di pojok itu sedang menunggu salah satu anggotanya yang belum datang yaitu saya.
Saya duduk di kursi kemudian mulai mulai membuka teh kotak yang dibeli di Indomart sebelum adzan maghrib. Ternyata makanan sudah siap untuk di santap karena masing masing sudah pesan lebih dahulu. Saya juga mendapat saran untuk segera memesan makanan. Saya melihat lihat dulu menu yang ada disini setelah menemukan yang cocok dengan isi dompet kemudian saya memesannya. Rata-rata menunya dibuat dari bahan dasar daging seperti steak, beef, sirloin dan masih banyak lagi. Tempat ini memang untuk para pemakan daging yang datang karena ingin memburu rasanya.
Saya juga sempat bertanya kepada Riva apa makanan yang dipesannya kemudian dia menjawab sirloin. Cukup puas memandangi daftar menu saya kemudian menetukan pilihan makanan pada nasi goreng Karnivor. seperti ini nasi goreng andalan yang sengaja nama terakhirnya ada kata Karnivor. Saya memesan makanan saja tidak dengan minumannya karena minuman sudah beli dalam takaran besar jadi bisa diminum bersama sama yaitu orange juice dan satu lagi saya tidak tahu apa namanya.
Selama nasi gorengnya belum tampak di depan meja, saya menyempatkan untuk shalat maghrib di musolla yang letaknya ada di paling belakang cafe ini. Selesai shalat wujud nasi goreng karnovor pun sudah tampak dalam porsi yang cukup besar. Saya kemudian mengambil sendok untuk memastikan rasanya saat mendarat di mulut ini. Nasi goreng ini memang kuat dengan bumbu rempah rempahnya juga daging yang potongannya besar-besar. Tidak cukup sampai di situ warna nasi gorengnya kuning dan aromanya pun khas. Nasi goreng Karnivor kurangnya satu yaitu tidak pakai kerupuk.
Porsi nasi goreng yang cukup besar membuat saya tidak mampu menghabiskan semuanya jadilah nasi gorengnya tersisa tapi saya telah sekuat tenaga untuk menghabiskannya. Teman teman yang lain juga turut menyemangati untuk menghabiskannya. Semua telah selesai makan tiba waktunya untuk menghitung total pembayaran perorangnya. Tugas untuk menghitung diserahkan pada Liesna the cave man yang ndeso, dialah satu satunya perempuan yang rela ditugasi dalam hal hitung menghitung pengeluaran makan. Total pesanan saya sendiri jumlahnya Rp 45.000,- yang lain totalnya ada yang jauh lebih besar dari saya. Setelah semua uang terkumpul Rivalah yang membayarkannya semua ke kasir.
Saat pulang saya sempat merasa gelisah karena kunci motor tidak ada di saku celana. Yang lain masih duduk duduk di area parkir sambil menikmati suasana malam di Karnivor. Saya sempat masuk kembali untuk mencari kunci motor. Beruntungnya ada Ega yang membantu menghubungkan dengan tukang parkir, kunci motor saya ternyata tertinggal di spake board. Tukang parkirnya benar-benar orang baik, ia masih menyimpan kuncinya dan memeriksa STNK saya untuk memastikan kalau sayalah pemilik kunci itu. Kita tidak tahu malam itu harus pergi kemana lagi tapi semua sepakat untuk singgah sejenak di Indomart Point yang letaknya ada di Buah Batu. Pada akhirnya berangkatlah kita semua meninggalkan Karnivor menuju Buah Batu dengan empat motor yang masing-masing membonceng satu orang dari kita. Selamat tinggal Karnivor, terima kasih telah membuat kami menjadi pemakan daging hari ini.
Langganan:
Postingan (Atom)