Aku Regi terlahir dari keluarga kaya yang sudah bosan dengan hidup mewah maka dari itu aku ingin mencari sesuatu yang bisa membuatku menjadi lelaki sejati seutuhnya. Menurutku jalanan adalah tempat yang tepat. Jalan berlubang, kerikil, kemacetan, debu dan polusi udara sudah akrab denganku seperti teman dekat. Ketakutan yang mengancam aku gilas lebih dulu sebelum aku dicemooh oleh sang juara.
Jutaan kali cedera tidak bisa menghentikan keliaranku untuk terus bermain-main dengan kecepatan. Jangan heran ketika melihatku bertelanjang dada banyak sekali bekas luka goresan, sayatan, memar bahkan beberapa kali aku hampir menyerahkan nyawaku satu-satunya ke jalanan. Ini semua demi menjadi orang nomor satu di jalanan.
Di akhir tahun ini akan menjadi pertarunganku paling sengit menghadapi pembalap jalanan dari berbagai latar belakang. Balapan motor itu tidak bisa ditebak hasilnya kadang bisa terang bagi kita bahkan bisa tidak ada cahaya sama sekali. Konon nama jalannya adalah jalan Keresahan, aneh terdengarnya bukan memang jalan itu menyimpan misteri walaupun tak ada buktinya satu pun.
Motor kebanggaanku adalah Kawasaki Ninja warna hitam bisa mejalu sekencang angin dengan kekuatan keberanian. Bahkan tanpa bensin pun, motorku masih bisa berjalan. Jaket kulit tebal dan sarung tangan tidak bisa lepas dariku. Suara knalpot motor adalah irama terindah yang menyegarkan telingaku. Kala malas untuk bicara aku cukup menarik gas saja karena darisanalah kata-kata hatiku keluar.
Satu-satunya lawan terkuatku di jalanan adalah Bima cuma entah di mana dia sekarang. Jalan sesulit apa pun sanggup dilaluinya dengan mudah, baginya nyawa sudah tidak berarti lagi. Bima semoga dirimu bisa ikut bertanding nanti di jalan Keresahan. Satu kelemannya dia tidak bisa balapan motor kalau tubuhnya belum dipenuhi kafein bisa itu dari minuman atau rokok dia anti sekali untuk meneguk alkohol jahanam.
Pada malam tanpa bintang, aku dilanda rindu menggebu-gebu pada wanita ini. Dekapan eratnya memberi kehangatan yang sulit aku gilas dari otak ini. Sanda itulah nama wanita bergaya lepas tapi pantas kelebihannya menurutku bukan dari fisiknya tapi dari cara dia melayani lelaki. Dia biasa aku temui malam menjelang pagi di salah satu kedai kopi. Dia punya panggilan tersendiri padaku yaitu Gila, katanya dia baru bertemu lelaki segila aku. Dasar Sanda kenapa aku bisa menyimpan rasa suka pada wanita seperti dia.
Waktunya untukku mengusik jalanan, aku mulai memainkan gas motor terdengar suara keras keluar dari knalpot, beberapa pasang mata liar melirik padaku seakan merasa terganggu keheningannya oleh motorku. Sarang tempatku berlindung berada diantara lorong-lorong gelap, dari sinilah aku bisa melihat jelas kejamnya kehidupan. Preman-preman saling berebut kekuasaan, anak-anak jalanan disiksa jika tidak memberi setoran, para pencopet beraksi mencari mangsa. Rasanya tidak ada celah bagi sang pahlawan yang ingin berbuat kebaikan di daerah ini. Satu lagi jika ada anak gadis yang melewati lorong ini bersiaplah untuk menyerahkan keperawannanya pada para preman bengal dan sadis.
Motoku melaju kencang kecepatannya diatas rata-rata, setiap tikungan tajam aku lewati seperti jalan lurus lalu apabila ada jalan yang terus lurus aku malah memilih untuk menikung. Firasatku mengatakan berhentilah di depan karena disana ada pembalap tangguh yang akan menantangmu dan bahkan ia bisa membunuhmu di jalanan. Aku penasaran maka gas kutarik lebih cepat sampai akhirnya aku melihat segerombolan orang dengan menggunakan motor besar berhenti di tengah jalan.
“Ini dia penantangku malam ini,” kataku berucap dalam hati.
“Kita kedatangan penantang baru yang nekad datang menyerahkan nyawanya,” kata lelaki botak meremehkanku.
Lima motor berbeda warna berjejer rapih. Pandangan sinis dari mereka tidak aku tanggapi sama sekali bahkan aku tetap santai seperti tidak ada rasa takut. Satu orang berambut panjang dari mereka melangkah ke arahku, tatapan matanya bengis, kedua bola matanya adalah bara api yang membara-bara sekan ingin menghanguskanku menjadi abu. Dia tidak bicara apa-apa hanya aku bisa membaca bahasa tubuhnya yang jelas ingin menantangku balapan.
Aku jawab tantangan itu dengan kesiapan, motorku langsung bergabung sebagai tanda balapan liar akan segera bergulir. Syarat dari balapan liar ini siapa yang ada di garis depan, dialah yang memenangkan balapan. Bagi yang kalah harus menuruti keinginan dari yang menang termasuk juga harus rela menjadi budak. Seorang wanita berkaki jenjang yang memakai rok mini keluar dari persembunyiannya. Dialah yang memberi apa-apa kapan balapan harus dimulai.
“Satu....., duaaaa......tiga......,” balapan pun dimulai.
Aku menarik gas dengan cepat, posisiku masih berada di urutan paling belakang dari enam orang pembalap liar. Lelaki berambut lebat itu memimpin di urutan paling depan.
“Lumayan cepat juga motornya,” kataku.
Jangan sebut aku pembalap jalanan liar kalau belum bisa melewati satu persatu dari mereka, motorku sudah menyusul motor tiger milik si botak, posisiku kini berada di urutan kelima. Kecepatan motorku melesat kembali melewati dua motor sesekali decit suaranya menghampiri kedua telingaku. Langit malam mungkin saja menyimpan rasa ketakutan melihat tingkah laku dari para pembalap jalanan. Aku harus segera menyusul dan berada di urutan pertama. Posisi kedua aku raih dengan mudah, aku tidak tahu apa mereka bisa menyusulku kembali.
Balapan belum berakhir sebelum ada yang keluar sebagai pemenang. Aku kini berada di posisi saling bersampingan dengan motor lelaki berambut panjang itu. Kami sama-sama punya kecepatan diatas rata-rata hampir menyamai kecepatan angin. Jalanan di depan mata kini banyak dipenuhi oleh manusia inilah tempat pusat keramaian dimana kehidupan benar-benar terasa. Aku mulai kesulitan menghadapi jalanan yang dipenuhi oleh pejalan kaki juga pedagang kaki lima.
Beda sekali dengan lelaki berambut panjang itu, setiap orang yang menghalanginya akan menjadi korban tabrak lari. Seorang kakek tua yang menyebrang dia tabrak lalu digilasnya tanpa mengenal rasa bersalah. Melihat itu semangatku terbakar ingin segera menyusulnya lalu memberi pelajaran atas apa yang dia telah lakukan.
“Jahanam sekali lelaki tengil itu,” kataku meluapkan kekesalan padanya.
Entah kenapa tiba-tiba saja lelaki itu memperlambat laju motornya sehingga mudah bagiku untuk menyusulnya. Aku tidak menyimpan pikiran apa-apa padanya malah aku senang diberi jalan menuju juara. Kemenangan sudah di depan mata, aku berada di posisi pertama dan terus mempertahankan posisi ini. Jalanan tanpa manusia sudah terlewati kini aku bebas untuk bermain-main dengan keseimbangan. Gas semakin aku kencangkan tidak karuan . Dalam dunia balap, jangan pernah lengah sedetik pun jika tidak ingin terselip orang lawan kita. Pertarungan belum berakhir, aku terus melaju, melesat dan menghilangkan kesempatan lawanku untuk menyusul.
Sampai hal yang tidak aku inginkan pun terjadi, kecurangan dari belakang tidak bisa aku lewati. Lelaki berambut panjang itu menikamku dari belakang dengan pentungan besi. Kesadaranku direnggut dengan mana, keseimbanganku terkikis, jalanan penuh kerikil kini menampung tubuhku yang tersungkur dari motor.
Gubrakkk.......motorku terjatuh dengan keras, tubuhku terlempar, darah mulai bercucuran dari keningku, aku mengaduh sambil menjerit-jerit, kulitku mengelupas parah sampai tulang putihnya terlihat. Belum puas menikam dari belakang, dia kemudian menyiksaku yang terlihat tak bisa berbuat apa-apa. Aku kalut empat orang temannnya juga turut andil. Mengijak tubuhku dengan sepatu.
“Awwww.........kalian semuanya bangsat,” kata-kata itu aku keluarkan sebagai bentuk perlawanan ketika lemah.
“Perlu kamu tahu, kita adalah pembalap yang dikenal tidak segan membuhuh demi menang dalam balapan,” kata si botak tertawa bagaikan preman yang sedang menindas.
“Oke kawan-kawan, waktunya kita menghabisi satu nyawa lelaki paling tidak beruntung sedunia ini. Lihatlah lemah sekali dia,” kata lelaki bengis itu.
Lelaki itu memasukan tangan kanannya ke dalam jaket, aku kehilangan kekuatan untuk bicara. Darah terus bercucuran. Kematian rasanya sudah hampir dekat karena aku kehilangan setengah rasa sakit. Pisau tajam dikeluarkannya dari balik jaket, mata pisaunya menyilaukan kedua mataku. Kemudian dengan sekejap tanpa jeda jantungku ditusuk-tusuk olehnya. Inilah akhir hidup dari seorang pembalap jalanan yang dilindah dengan piciknya. Hilanglah sudah nyawaku demi mengejar gelar juara jalanan.
Sabtu, 22 Juni 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar