7 hari dalam seminggu kulalui dengan berbagai macam kegiatan darisana tercipta jutaan cerita. Tidak ada yang tahu kapan kegelisahan bisa muncul di hari-hari yang telah dilewati. Jika setiap hari Selasa, aku harus masuk kuliah itu bukan sebuah kegelisahan, tapi itu sebuah kecerdikan dari dosen yang mencoba menghindar dari kejamnya hari Senin. Ketika itu duduk seorang lelaki pecandu rokok dengan kumis dan jenggot yang tumbuh subur di mukanya. Aku yakin dia hadir dengan membawa kegelisahan, itu tercermin dari setiap kobaran kata-kata yang keluar dari mulutnya. Fazar Fauzan, kenapa nama itu harus melekat pada dirinya. Jangan tanya diriku, tanyalah pada kedua orangtuanya.
Sesuatu yang tidak pernah terjadi bisa saja terjadi di waktu yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Siang tidak seharusnya panas, Ozan (sapaan akrab Fajar Fauzan) telah berhasil menjelma menjadi malaikat tanpa sayap. Kedudukannya telah melebihi pemuka agama di Indonesia, ia berbicara banyak tentang islam dan bagaimana islam sekarang telah terjadi banyak perubahan. Mulai dari organisasi islam seperti NU, islam tradisionalis, sampai aksi penolakan artis lewat pemberitaan di sebuah media televisi dikupas habis-habisan. Jadi, aku, Pradi, Herton, Aad, dan Iqbal telah terbawa menjadi jemaah khutbah di hari Selasa. Jangan heran, kalau tiba-tiba diantara kami ada keinginan untuk shalat dan berbuat baik setelah itu.
"Aku jemput Siti Mariam dulu," ucap Ozan
Dengan sigap, ia melangkah keluar dari ayam Hesti dengan membawa helm untuk menjemput sesosok wanita cantik. Aku duduk menunggu datangnya mereka berdua sambil mencoba mengurai rasa sepi. Kali ini telah datang wanita jelmaan bidadari dengan sayap yang tidak terlihat. Wajahnya putih, suaranya indah, senyumnya manis melebihi manisnya gula. Aku mengerti mengapa Ozan ingin membawanya kesini. Suasana sudah cair, tapi pertanyaan demi pertanyaan terus dilancarkan kepada Siti dengan maksud untuk menciptakan sebuah rasa. Keinginan untuk memiliki sebuah jalinan rasa. Sajian makanan sudah menanti, aku langsung memulai dengan minuman cappucino dingin dilanjutkan dengan nasi ayam penyet begitu juga dengan mereka berdua duduk di kursi yang saling berdekatan.
Makan siang kali ini merupakan ritual berbagi hasil dari uang beasiswa. Selesai makan, Ozan langsung mengantar Siti Mariam untuk pulang kembali ke kampus. Inilah jembatan untuk melanjutkan lewat berbagai macam jalan karena berbagai kemungkinan bisa terjadi tidak hanya di hari Selasa,bisa saja di hari Rabu, Kamis, Jumat, atau Sabtu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar