Sabtu, 8 September 2012
Dari judulnya saja sudah seperti judul cerpen atau judul salah satu bagian dari novel. Aku sedang belajar membuat serangkaian cerita yang menarik. Kali ini mari kita memulainya dari janji. Apa yang pernah aku tawarkan pada seseorang lantas belum bisa aku penuhi, buatku itu menjadi sebuah janji. Seseorang yang pernah membuat janji pasti akan terus teringat kalau janjinya belum ditepati terlebih janji pria pada seorang wanita.
Sejenak kita pindah ke cerita lain, pada waktu pagi saat mentari sedang giat-giatnya bekerja. Aku sudah bertarung mengalahkan diri sendiri pergi menuju ke sebuah toko yang menjual beragam makanan dan minuman. Toko itu letaknya berdekatan dengan kampusku namanya Toko Dani mungkin itu nama dari pemiliknya atau nama salah setu orang yang paling disayangi oleh pemilliknya. Belum lama duduk di bangku panjang, Pungkit datang menyapaku. Aku sudah bisa menebak apa yang akan dibelinya. Kalau tidak rokok pasti kopi. Dia baru saja pulang dari Ujung Berung untuk mengecilkan baju. Jemariku tak hentinya mengetik sms menanyakan dimana keberadaan dirinya sekarang. Beberapa sms sudah aku kirim tapi belum ada sama sekali jawabannya di kotak masuk. Sampai akhirnya aku harus pergi dari Toko Dani menuju Asrama 2 Saudara.
Handphoneku bergetar pertanda ada sms yang masuk. Sejuta rasa penasaran muncul saat nama Riska Q Sakinah tampil di kotak masuk.
“My mother is sick. So, I’ll go after dzuhur. Sorry,” itulah isi sms singkat darinya.
“Well cha never mind. Get well soon for your mom. Leave a massage if you already come.” balasku sambil menunggu kiriman sms itu sampai.
Pada hari yang sama di waktu berbeda, aku kembali datang ke Toko Dani untuk kedua kalinya. Kursi yang tadi aku duduki masih saja kosong. Tempat itu sepertinya sudah dipersiapkan untuk aku tempati bersama Icha. Mataku masih terus menatap setiap barisan kata yang tercetak di dalam buku “Semiotika Visual” karangan Kris Budiman. Ada sedikit kejutan kecil di hatiku, katanya ia sudah datang coba pindahkan tatapan matamu kedepan. Benar saja hati tidak bisa bohong Icha sudah datang mendekatiku lalu tangan lembutnya bersentuhan dengan tanganku. Inilah kali pertama aku bertemu dengannya.
“Maaf icha jadi ke kampusnya siang soalnya tadi pas mau berangkat pagi mamah Icha sakit,” katanya meminta maaf padaku. Aku dan Icha sudah duduk berdekatan di satu tempat. “Maaf ya, kalau aku orangnya cerewet” katanya lagi. Seberapa cerewetnya dirimu yang terpenting jangan ada seorang pun yang mengusik kita walaupun hanya butiran debu.
Wajahnya imut, bibirnya manis tanpa polesan lipstick. Senyumnya mampu mengundang hujan setidaknya gerimis juga iri. Aku jadi teringat akan gelang ungu yang aku bawa untuknya. Gelang itu warnanya ungu, aku berikan kepadanya dengan tulus. Tangannya dengan lembut penerima gelang ungu pemberianku. Kini gelang itu sudah melingkar indah di tangan kirinya. Rasa bahagiaku kian bertambah saat apa yang aku lihat itu nyata. Warna baju yang Icha kenakan sama warnanya dengan kaos milikku. Ia mengenakan rok, tas kecil bentuknya kotak berwarna biru dan 2 buku tebal dibawanya.
Seandainya ada kamera disampingku pasti sekarang sudah ada beberapa foto cantiknya tersimpan dengan baik di ruang hatiku. Icha bercerita tentang perkuliahannya. Hampir semua dosen sudah masuk dan memberikan tugas cukup banyak. Selesai kita bertemu, ia harus pergi untuk mengerjakan tugas di kosan temannya.
Sudah beberapa pasang mata lewat mengamati dan mengawasi kita. Dirimu terus menyemangatiku untuk tidak galau. Maaf kalau jawaban yang keluar dari mulutku hanya kata “galau” ketika dirimu bertanya apa kegiatanku sehari-hari sekarang? Dirimu pergi meninggalkan rindu bagiku bersama sebuah pesan “Jangan galau lagi ya”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar