Jumat, 28 Februari 2014

Celana Dalam Luna Maya

Perhatikanlah sosok lelaki ini, namanya Jasi bukanlah dasi walaupun terdengar sedikit agak mirip dengan dasi.Ia suka menonton tayangan film-film dokumenter tentang alam, musik, film dan sejarah. Ia seperti tergila gila pada tayangan documenter aplagia tentang sejarah. Apalagi kalau tentang presiden pertama Indonesia, Soekarno ia bisa tiba tiba berubah jadi orator ulung. Akibat dari tindakannya itu tidak jarang teman-temannya memusuhinya karena tidak mengikuti gossip tentang artis. Ibunya juga kerap kesal saat ia tidak tahu nama artis kesukaannya di sinetron.Sungguh hebat bukan peranan artis dalam merubah perilaku manusia.

Artis artis yang biasa tampai di layar televise terbiasa untuk menebar manis tidak jarang juga kesedihan dalam hidup mereka jadi bumbu untuk menuai popularitas. Fonomena ini sudah tidak asing bagi para pemuja artis tapi tidak untuk Jasi, ia adalah seorang yang tidak tahu nama artis satu pun. Karena ia merasa tidak perlu mengurusi artis karena tugasnya jauh lebih berat dari mereka yaitu mendamaikan pedagrang yang sering berkelahi di pasar.

“Artis ini kurang kerjaan sekali setiap kali muncul malah menangis tersedu-sedu,” keluhnya.
Ibunya di rumah adalah seorang dewi senetron yang mana ketika menonton semua hal bisa lupa. Memasak juga bisa ditunda sampai sinetron itu berakhir. Menurut ibunya kehidupan di sinetron itu jauh lebih indah tidak seperti kehidupannya sekarang yang penuh dengan kesusahan. Ayahnya adalah seorang pengamat politik kelas atas di desanya semua masyarkat bahkan pak RT sekali pun percaya pada ramalah-ramalan politiknya. Kemampuannya dalam menangkap isu politk terbaru jauh lebih hebat.

Masyarkat di kampung ini polohidupnya sudah diatur mulai dari berpakain, mengkonsumi barang juga dlam berksikap. Mereka hidup seadanya tapi berusaha mengadakan apa yang tidak ada. Perempuan di sini setiap sore bahkan malam sering menggunakan rok mini untuk menarik simpati mata lelaki. Dari beberapa perempuan bisa terlihat mana yang pintar merawat diri dan mana yang tidak tercemari oleh tangan-tangan jahil.
Jasi biasa menghabiskan waktu di warung kopi tempat berkumpulnya para p[ekerja yang menunggu istri mereka pulang. Kata salah seorang lelaki disana “pabrik sekarang tidak perlu lagi tenaga-tenaga kita maka pantas saja mereka lebih menyukai pola kerja perempuan yang rajin,” katanya diiringi dengan tawa.
Pandangan orang-orang yang ada di dalam dialihkan untuk menatap siapa lelaki yang datang itu. Jasi lelaki kurus berkulit hitam tapi pemberani dalam menolak budaya popular. Pada waktu itu jasi menata dirinya bersama kegelapan kaos hitam dan celana hitam ditambah kulitnya juga sama-sama hitam. Lihatlah sekaranng orang orang disana meledeknya dengan hina. Untung saja ia sudah kebal bahkan kuat dikata-katai sampai mulut sang pembual lelah menghinanya.
Kenapa ada artis yang banting stir jadi politikus sedangkan saat sudah terpilih masih main sinetron dan layar lebar. Jasi heran ia tidak sekolah tapi logikanya berjalan dalam hal hati nurani ini. Hukum sudah tidak berpihak lagi pada yang lemah uang bisa membeli segalanya. Bahkan keperawanan saja bisa dihargai sekarang. Mimpi hidup enak di kota harus dibayar dengan hilangnya mahkota perempuan. Mereka berakhir pada suatau waktu dimana harus menerima dengan hati bagaikan lapang.
Para pedagang kaki lima dan kios kios pakaian di pasar sampai terpengaruh juga dengan nama besar artis. Sesungguhnya mereka menggunakannya untuk mantra mantra pemanggil pembeli. Misalnya untuk baju digunakan nama artis manohara untuk kerudung digunakan nama artis Syahrini bahkan untuk celana dalam ada nama Luna Maya yang video asusilnya telah mendunia bersama Ariel
“Ayo dijual celana dalam Luna Maya, Ayo….Ayo” terika salah seorang pedagang yang datangnya dari tanah seberang.
Begitulah kehidupan dan beginilah kenyataan. Jasi memlilih utnuk tetap menjadi Jasi lelaki yang tidak bisa memberi kemewahan pada perempuan yang dicintainya secara diam-diam. Sampai menikah ia hanya mampu menyendiri di sudut gudung dekat rumanya yang sepi tak berpenghuni.
Celana dalam yang ditawarkan lelaki berkulit sawo matang itu seakan memanggil namanya
“Jasi…..jasi….ayo belilah aku Jasi,” telinganya seperti dihampiri oleh suara yang tidak jelas datangnya dari mana.

Menyusul setelah itu ada suara erangan yang menandakan wanita tengah bahagia merasakan surge dunia. Celana dalam itu muncul bersuara mulaialah rasa penasaran menghantui diri lelaki muda yang polos ini. Jasi merasa terpanggil untuk mencari tahu siapa sebenarnya Luna Maya itu sedangkan kalau saja dia tahu nama perempuan ini telah mendunia karena video asusila dengan seorang vokalis band telah mendunia. Celana dalam Luna Maya masih menyimpan misteri bagi Jasi tak peduli siapa pembeli celana dalamnya ia hanya ingin tahu kenapa harus ada nama Luna Maya menyertai celana dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar