Jumat, 31 Oktober 2014

Setengah Kilo Gram Ikan Mas

Tanah yang saya injak terasa lain, basah tapi tidak terlalu mengganggu langkah kaki selanjutnya. Bagi yang tidak suka becek dan kotor perlulah berhati-hati. Dalam keadaan seperti ini pasar tradisional kian tidak diminati utamanya bagi mereka yang betah bermalas-malasan. Pagi terasa indah saat berada di pasar walau yang terjadi tidak seindah apa yang tampak karena inilah pasar bukan mall atau supermarket. 

Saya mencoba masuk lewat gang sempit yang letaknya ada di tengah. Tampaklah di depan mata sebuah toko yang menjual baju anak-anak sudah mulai buka sepagi ini. Kemudian saya mampir di kios yang menjual snack dan kacang-kacang dalam plastik kecil. Harga per plastiknya sekitar Rp 4.00,- ada juga kios yang menjual kelapa tua untuk keperluan masak. Tidak ketinggalan kios makanan olahan seperti baso, chicken, sosis, makroni sedang dikunjungi oleh pembeli dari kalangan ibu-ibu. Makanan makanan olahan seperti ini besar kemungkinan akan dijual lagi untuk di konsumsi oleh banyak orang.

Sejenak saya tertarik untuk memiliki tas karung warna putih yang ukurannya besar. Di sebuah kios yang menjual beragam macam plastik tas karung ini dijual seharga Rp 2.000,- tas karung biasa digunakan untuk membawa banyak barang belanjaan. Saya terpikir untuk membuat tas yang ukurannya sama besar dengan bahan dari blacu. Untuk kantong kresek hitam ukuran besar harga satuannya seribu untuk satu paknya Rp 18.000 dengan isi 48 buah.

Mengingat tujuan saya datang ke sini untuk membeli ikan mas, maka ikanlah yang harus dibawa pulang bukan sayuran apalagi daging sapi. Ikan itu sudah jadi menu harian yang sering ayah saya santap baik itu waktu sarapan, makan siang, atau makan malam. Cara pengolahannya sendiri tidak digoreng tapi dipepes. Persoalan usia dan penyakit menjadi penyebab kenapa makanan saat usia tua harus dijaga. Kalau tidak, maka yang terjadi adalah korestorel tinggi juga gula darah naik.

Penjual ikan mas segar di pasar tradisional Soreang tidaklah sulit ditemukan. Pilihan saya tertuju pada seorang pedagang dari sekian banyak yang ada. Letak kios ikan miliknya bersebelahan dengan kios penjual daging ayam. Kios daging ayam dimiliki oleh sepasang suami istri sang suami punya panggilan Ateng. Mungkin karena mukanya bulat juga tubuhnya pendek. Saya membeli ikan mas setengah kilo gram saja rasanya itu sudah cukup untuk sarapan ayah hari ini.

Tentu ada alasan kenapa saya memilih untuk membeli ikan di kios ini. Alasannya sederhana karena penjualnya mau dengan senang hari membersihkan ikan-ikan itu, mengeluarkan isinya lalu mencucinya di dalam kios. Selesai dibersihkan, ikan ikan itu dimasukan ke plastik hitam. Untuk setengah kilo gram ikan mas dihargai sebesar Rp 11.000,- di depan kios ikan miliknya, ada sebuah kios yang menjual gorengan sekaligus juga jadi tempat nongkrong pegawai pabrik atau pekerja pasar. Ada sejuta cerita yang dilontarkan tentang kehidupan di kios itu. Di suatu pagi yang santai, saya mungkin akan mencoba minum kopi sambil menikmati pisang goreng di sana. Adakah yang ikut menemani saya?

Sabtu, 18 Oktober 2014

Lika Liku Belanja Bahan Untuk Produksi Tote Bag

Bagi yang sedang merintis sebuah usaha terutama di bidang fesyen tentu belanja bahan untuk keperluan produksi sudah menjadi sesuatu yang tidak asing lagi. Baru-baru ini saya menerima pesanan tote bag dari  Jakarta dengan jumlah yang cukup banyak. Hari Sabtu ini akan saya gunakan untuk membeli bahan tepatnya di Pasar Baru setelah itu baru ke Cigondewah. Saya masih sebatas tahu dua tempat itu untuk referensi belanja kain di Bandung

Pukul 10 lebih, saya berangkat dari rumah menuju tempat yang dituju. Di tengah perjalanan, saya memutuskan untuk pergi ke Cigondewah dulu. Belum sampai ke sana, saya malah tertimpa kesialan. Motor hitam saya dihentikan oleh polisi karena siang itu sedang ada razia. Kelengkapan surat surat saya pun diperiksa, saya hanya bisa menyerahkan SIM yang ada di dompet dan STNK tidak ada karena tertinggal di rumah.

Akibat dari STNK tertinggal, saya disuruh untuk turun dari motor dan mengikuti polisi tadi ke ujung jalan yang sepi. Saya sempat dicurigai dan ditanya dengan beragam pertanyaan. Ada dua pilihan ketika itu, ingin damai di tempat atau damai di kantor polisi. Kalau ingin damai di tempat, saya harus mengeluarkan uang Rp 250.000,- mendengar nominal itu saya memilih untuk tidak berdamai di tempat. Lagi pula untuk apa uang sebesar itu diberikan kepada polisi yang jelas-jelas mata duitan. Apa mau dikata surat tilang mulai ditulis, motor saya terancam akan diangkut ke kantor. Dengan benar-benar terpaksa sebuah negoisasi pun terjadi, uang saku pribadi saya sebesar Rp 30.000 harus keluar untuk berdamai dengan polisi. Saya pun melanjutkan perjalanan menuju Cigondewah.

Bagi yang belum pernah ke Cigondewah, di sepanjang jalan menjual berbagai macam jenis kain. Seperti katun, batik, jeans, denim, polyester, dll. Dari apa yang saya tahu dan orang orang bicarakan, kalau harga kain disini terbilang murah. Untuk kualitasnya tergantung dari kepintaran kita memilah dan memilih mana bahan kain yang bagus. Tujuan saya siang ini adalah mencari weebing, bahan loreng digital juga motif zebra. Weebing itu tali yang digunakan pada tas biasnaya bahannya dari katun dan polyester. Tidak banyak yang menjual weebing jadi perlu berkeliling-keliling untuk bisa menemukan yang saya cari. 

Di sebuah toko dengan penjual yang sudah terlihat tua renta, saya berhenti sejenak untuk membeli weebing.Selain sudah tua ciri khas dari pemilik toko ini adalah berpeci putih juga berjenggot panjang. Dari cara bicaranya menunjukan kalau dia berasal dari Padang. Orang-orang Padang dikenal sebagai orang yang pandai bergadang. Saya mencari-cari weebing warna putih tapi tidak menemukannya. Kebanyakan weebing yang dijual sudah berdebu karena memang sulit mememukan yang masih baru. Saya pun mencari warna lain yaitu hitam, warna hitam pun tidak ada yang membuat saya ingin membelinya pilihan terakhir tertuju pada weebing cokelat yang akhirnya saya beli dua roll. Dua roll weebing dihargai dengan Rp 80.000 seharusnya Rp 81.000 saya mendapat potongan harga seribu saja.

Pak tua tadi sempat bercerita, kalau ia ingin berhenti berdagang karena sudah lelah dan bosan. Beberapa kali terlihat kesehatannya sudah terganggu dengan menguap dengan cara tidak biasa juga agak sedikit aneh. Tapi, jangan salah kemampuannya dalam hal merayu dan membujuk pembeli tidak bisa diremehkan.

Membeli resleting murah adalah tujuan saya selanjutnya. Hanya melangkahkan kaki beberapa langkah saja, saya sudah sampai di toko sleting. Cerita dari pegawainya, pemilik toko sleting ini masih sekeluarga dengan toko yang menjual weebing. Sama-sama dari Padang, saya awalnya mengira harga sleting di sini murah tapi nyatanya masih ada yang lebih murah. Toko yg menjual sleting dengan harga yang lebih murah letaknya berhadapan dengan toko ini. Di toko ini saya membeli sleting selusin harganya Rp 15.000 tapi di toko depan harganya Rp 10.000 selusin dan mereknya YKK. 

Belanja bahan di Cigondewah selesai, selanjutnya perjalanan berlajut ke Pasar Baru mungkin Tamim lebih tepatnya. Tamim adalah nama sebuah Jalan yang letaknya berdekatan dengan Pasar Baru daerah ini dikenal sebagai tempat pembuatan jeans satuan, celana chino, jaket, dan kemeja untuk anak muda. Harga yang ditawarkan terbilang cukup murah. Di Tamim saya masuk ke toko Indah Mas untuk mencari bahan kanvas motif zebra. Saat bertanya ke salah satu pegawainya, dia menjawab kalau motif zebra tidak ada dan datangnya barang pun jarang sekali. 

Belanja bahan itu memakan lelah tapi yang terpenting apa yang saya cari bisa didapatkan. Saya senang saat menemukan bahan loreng digital dengan motif sesuai pesanan. Dari pasar baru saya berhasil membawa oleh-oleh lima meter kain loreng digital. Harga per meternya Rp 45.000,- saya harus mengingatkan diri sendiri untuk mencatat setiap pengeluaran saat belanja. Belanja hari ini dicukupkan saja, ada saja lika liku belanja bahan baik itu di Cigondewah atau Pasar Baru. Tapi itulah bagian dari kejutan kehidupan.