Kamis, 20 Juni 2013

Akta Kelahiran

Ayah jarang sekali menyuruhku, ia memanggilku ketika membutuhkan sesuatu. Rentetan keperluannya selalu aku ingat. Misalnya saja tolong masak air hangat untuk ayah, tolong ambilkan air minum, tolong siram tanaman, tolong belikan lampu, dan tolong bantu ayah mencuci mobil. Satu permintaannya yang belum bisa aku penuhi adalah lulus kuliah dan menjadi sarjana pendidikan. Kulewati sore di rumah bersama ayah, sehabis pulang kerja ia memanggilku.

“Aa... turun dulu sebentar bapak mau nyuruh,” kata ayah.

Kamarku yang letaknya di atas membuatku tidak langsung bergegas mangambil langkah untuk turun ke bawah, aku masih menerka apa yang ayah suruh padaku.

“Iyaaaa pak,” aku jawab panggilannya dengan berteriak.

Aku turun ke bawah lewat tangga yang terbuat dari kayu, ayah sudah ada tepat di depan meja makan sambil tangannya membawa sebuah map. Dipegangnya erat map biru itu, mulutnya mulai komat-kamit merajut kata-kata perintah untuk aku jalankan. Setelah penjelasan berakhir, map biru itu dipindah tangankan padaku. Lantas aku bergegas pergi ke luar rumah untuk menuju tempat yang dituju.

Sore itu, aku melihat awan tersenyum cerah, aku pikir suasana hatinya sedang bahagia. Kini aku sudah sampai di sebuah rumah yang pagarnya dibiarkan terbuka lebar. Aku melangkahkan kaki tanpa ragu mencari orang yang dituju. Pemilik rumah pasti gemar sekali mengoleksi tanaman bonsai. Seorang lelaki mengahampiriku, ia bertanya maksud tujuanku datang kesini.

“Bisa ketemu sama pak Ramlan,” kataku

Seakan mengerti keinginanku, lelaki berkaos hitam itu memanggil pak Ramlan agar keluar rumah menemuiku. Aku melihat lelaki berkacamata sudah berdiri dihadapanku dan masih asing melihat wajahku, rambutnya hampir semuanya sudah memutih. Belum bicara apa-apa kedua matanya menatapku, ia bertanya lebih dulu tentang apa keperluanku padanya.

“Saya anaknya pak Agus mau ketemu sama yang kerja disini namanya Ndi,”

Pak Ramlah sepertinya tidak pernah mengenal Ndi itu terlihat dari gelagatnya yang sedikit bingung.
“Disini nggak ada yang namanya Ndi,” katanya.

Lalu, ia mencoba memanggil salah seorang lelaki dengan nama aa di dalam rumah.

“Aa.......Aaaa...... kesini sebentar,” teriaknya dari pelataran rumah.

Lelaki bertubuh kurus dan berkulit sawo matang itu menghampiriku. Ia memenuhi panggilan dari pak Ramlan. Map biru yang sedari tadi aku dekat erat, perlahan aku berikan pada lelaki itu bukan Ndi tapi kakaknya yang belum aku ketahui namanya. Aku memberi penjelasan singkat, kertas di dalam map ini harus ditanda tangan oleh orang yang bersangkutan dan dua lagi oleh saksi mata.

Seakan sudah mengerti pak Ramlah dan lelaki itu masuk kembali ke dalam untuk untuk menandatangani kertas yang ada di dalam map. Aku berdiri menunggu dengan perasaan tenang. Tawaran untuk masuk ke dalam rumah mulai dilancarkan oleh pak Ramlan, namun aku menolak dengan halus sambil sesekali tersenyum.

Kertas putih dalam map biru sudah dikembalikan padaku dengan tanda tiga buah tanda tangan, lelaki itu dan pak Ramlah mengucapkan terima kasih. Aku pamit pulang untuk mengembalikan map biru itu pada ayah.
Ayah kemudian bercerita kalau kertas yang ada di map biru itu adalah akta kelahiran seorang anak laki-laki dengan nama Rizky Aditya anak dari kakaknya Ndi yang sehari-hari bekerja menarik becak atau jadi tukang kebun di rumah pak Ramlan. Yang jadi herannya anak-anak tukang becak sekarang punya nama yang keren-keren, ayah juga mengumpulkan data-data untuk anak dari tukang becak. Kalau untuk perempuannya sendiri nama yang sering digunakannya adalah Nazwa.

Ayah sudah tahu nama-nama itu pasti diambil dari nama para pemain sinetron yang setiap hari menjadi hiburan setelah menarik becak. Mungkin ibu mereka menamai nama yang sama punya harapan kelak ketika sudah besar bisa menjadi tampan seperti pemain sinetron atau ada harapan lain yang dirahasiakan dalam hati yang Kelak jika sudah besar nanti bisa diberi tahu kepada anaknya.

Nama-nama seperti Entis, Asep, Ujang, dll mungkin akan sulit ditemukan lagi. Akta kelahiran bukan hanya selembar kertas saja tapi ini adalah bukti perjalanan awal dari seorang anak. Menjelang masuk SD, mengurus pekerjaan di Instansi pemerintahan sampai dengan pergi naik haji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar