Rabu, 18 April 2012

Tentang Fatia

Sosoknya memang unik, malam telah berjasa mempertemukanku dengan wanita itu. Masih teringat ketika kedua mataku membalas tatapannya. Senyumnya mampu menghentikan udara malam yang dingin. Rasa penasaran terus hinggap di hatiku. Aku masih memilih kata-kata yang tepat untuk diberikan kepadanya. Manis, periang, polos dan ramah. Nama wanita itu Fatia tanpa menggunakan huruf ‘h’ biasa dipanggil Tia.

Hujan sedang bermalas-malasan lain halnya dengan malam yang setia menggantikan tugas pagi. Aku berjalan menaiki tangga lalu bertemu dengan Alin, wanita bertubuh mungil dan berkacamata itu berdiri menahan langkahku. “Aa coba tebak ada siapa yang datang?” katanya.

Aku mengira Alin mengundang malaikat untuk bertamu sejenak sambil menikmati secangkir kopi. Namun, tiba-tiba dalam genangan malam ada suara yang memanggilku. Sepertinya aku mengenal suara itu, suara wanita periang pembawa aliran cinta. Dia Fatia

“A Hamdan kangen nggak sama Tia?”

Fatia duduk di kursi, aku masuk ke dalam ruangan mencari sudut yang kosong. Kegelisahan berubah menjadi ketenangan. Kegembiraan merasuk ke jasadku seperti roh. Fatia terus memanggil-manggil namaku dari luar jendela. Aku bangkit menghampirinya sejenak lalu masuk ke ruangan lain. Fatia kembali duduk lalu mengajak bintang untuk bermain-main.

Dalam keadaan sadar aku memanggil Fatia dari dalam ruangan. Fatia masuk dan menyuguhiku senyuman keabadian. Aku bertanya banyak hal begitu juga dengannya. Fatia ingin gaya bicaraku berubah, tidak datar dan ada polesan mimik muka. “Senyum itu bukan cuma sehat tapi juga ibadah”. Katanya.

Fatia seperti alat pengukur yang bisa mengukur tingkat kedataranku. Wajah datar ini telah terbentuk selama aku tinggal di bumi. Dari mulut manis Fatia terus keluar celoteh-celoteh, sampai aku sengaja mengajaknya untuk mempraktekan seperti apa caranya menahan teman yang ingin pulang. Untuk membuat teman nyaman kita harus menggunakan kata-kata dan bahasa tubuh. Dari sini, aku menyadari harus ada pengurangan tingkat kedataran wajahku. Upaya untuk itu yaitu dengan cara melatih mimik muka dan tersenyum. Tentu saja itu tidak mudah, karena bagi Fatia senyum dan ramah ke setiap orangn sudah menjadi kebiasaan. Aku percaya suatu hari nanti, wajahku bisa bergerak bebas membentuk senyum manis dan tertawa lepas.

4 komentar:

  1. mantap gan, salam kenal yah, kukses selalu dan ku tunggu kunjungan baliknya yah :D

    BalasHapus
  2. bagus ceritanya tapi judul sama endingnya kurang cocok deh. just saying.

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih masukannya :)
      iya harus belajar lagi bikin ending yang bagus hehehe

      Hapus