Rabu, 15 Agustus 2012

Betapa Beruntungnya Diriku

“Halo kaka :) aku lg di kebun loh, ada acra bukber sm anak” jalanan. Trharu :(” tertulis jelas di depan layar handphoneku sms itu datang dari Anisa Isti, biasanya dibalik sebuah sms ada sesuatu yang ingin disampaikan. Aku biasa memanggilnya Isti, dia mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Pendidikan Indonesia lebih dikenal UPI. Ketertarikan besarnya terhadap dunia sastra membuat Isti banyak menyukai kegiatan-kegiatan sastra di Bandung. Satu jam sudah aku melewatinya bersama Ucay. Sudah tidak terhitung berapa makanan yang aku habiskan di Angkringan Magelang. Percayalah betapa intimnya kita berdua. Mengapa tidak ada satupun anggota pers mahasiswa yang berani untuk bergabung?

“Aku juga lagi di ITB, aku kesana ya. Udah pulang belum?” sms balasan itu aku kirim.

Selamat tinggal angkringan, aku pergi  menjauh meninggalkan jalan Ganesa menuju Kebun Seni. Dari kejauhan sudah terdengar bebunyian lain belum bisa ditebak darimana bunyi itu berasal. Saat sampai di Kebun Seni puluhan anak jalanan sudah duduk tidak beraturan di depan dan belakang panggung diterangi lampu seadanya. Lelaki kesepian sepertiku jarang sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk berduaan dengan wanita. Tapi lain dengan malam ini. Rasa-rasanya sepi itu telah menjauh ditelan malam. Isti masih mencari-cari keberadaanku dimana? Dari depan panggung menuju ke belakang. Berjalan manis mencariku. Terima kasih Tuhan kita berdua sudah dipertemukan.

Saat berkenalan dengan Anisa Isti logat sundanya melekat pekat. Sulit untuk melupakan wajah semanis ini. Tiada warna hijau seindah baju dan kerudung yang dipakainya. Obrolan demi obrolan tak hentinya mengalir. Jika wanita ingin mendapat perhatian maka lelakilah orang yang tepat untuk memberi perhatian itu. Aku sengaja datang dengan membawa susu wedang jahe untuknya. Sungguh senyumnya semakin manis. Sebenarnya masih ada yang ingin kuberikan yaitu jaket sebagai pengusir rasa dingin. Sepertinya itu terlalu cepat  di awal-awal masa perkenalan.

Kata Isti anak-anak jalanan ini datang sekitar pukul 17.00 dengan membawa bendera. Ada nama lain yang baru aku tahu tentang Anisa Isti, teman-teman di Kebun Seni biasanya memanggilnya Cha. Anak-anak jalanan di Kebun Seni menunjukan kreasi seninya diatas panggung mulai dari menyanyi, menari sampai membaca puisi. Mereka datang dari daerah Sudirman, Dewi Sartika dan Pasir Kaliki. Aku menikmati setiap serangan pertanyaan dan senyuman darinya.

Cha membuatku merasa nyaman. Sebuah keberuntungan buatku bisa berdiri disampingnya menikmati aroma malam dan nyanyian anak-anak jalanan. Dia ingin sekali membeli buku-buku sastra mulai dari novel Promoedya Ananta Toer, kumpulan catatan pinggir Goenawan Mohamad. Bahasanya sulit dimengerti memang yang terpenting terus membacanya itu katanya. Satu lagi buku dari Putu Wijaya. Sastra sudah akrab sejak Cha SMA kegemarannya menulis puisi berlanjut sampai masuk kuliah di UPI.

“Pas awal-awal sih ngerasa beda dari yang lain soalnya kan mereka habis kuliah biasanya jalan-jalan. Kalau aku sama Resti biasanya janjian di kantin buat ngebahas puisi.” Kata-kata itu mewakili perasaan hati dari wanita penyuka sastra yang berdiri tepat disampingku.

Terima kasih Cha atas keceriaan dan senyuman terindah darimu. Minumlah susu wedang jahe dariku supaya tubuhmu hangat. Tolong jangan larang aku menulis tentangmu. Mungkinkah hubungan kita bisa lebih dari sekedar teman?

2 komentar:

  1. nonton perahu kertasnya ajakin isti dong kakak ^_

    BalasHapus
  2. unrequited love kah kak ceritanya ini ? O.o
    semoga hubungannya bisa lebih dari sekedar temaan :D
    kakak di ITB toh ? O.o
    salam kenal yah kaak, saya berkunjung kembali neeeh :D

    BalasHapus